Perma Mengadili Perkara Perempuan Perlu Didukung Aturan Lain
Utama

Perma Mengadili Perkara Perempuan Perlu Didukung Aturan Lain

Perma Pedoman Mengadili Perkara Perempuan ini dapat menginspirasi dan menjadi bahan masukan dalam revisi KUHP yang sedang dibahas di DPR.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Seminar Perma Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum yang diselenggarakan MA bersama AIPJ dan MaPPI FHUI di Jakarta, Kamis (8/3). Foto: AID
Seminar Perma Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum yang diselenggarakan MA bersama AIPJ dan MaPPI FHUI di Jakarta, Kamis (8/3). Foto: AID

Memperingati Hari Perempuan Internasional, Mahkamah Agung (MA) bersama Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ) dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI FHUI) menggelar seminar bertajuk “Membangun Sistem Peradilan yang Menjamin Hak Perempuan untuk Mendapatkan Akses Keadilan yang Setara Melalui Pelaksanaan Perma No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.

 

Hakim Agung Desnayeti yang menjadi salah satu pembicara dalam acara ini, menuturkan tujuan diterbitkanya Perma No. 3 Tahun 2017 ini agar hakim menerapkan asas-asas yang harus dipedomani saat mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum. Seperti, asas penghargaan atas harkat dan martabat manusia, nondiskriminasi, kesetaraan gender, persamaan di depan hukum, keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

 

“Perma ini untuk memastikan terwujudnya pelaksanaan sistem peradilan yang menjamin hak perempuan terhadap akses yang setara dalam memperoleh keadilan,” ujar Desnayeti dalam diskusi yang digelar di Hotel Aryaduta Jakarta, Kamis (8/3/2018).   

 

Ketua Kelompok Kerja Perempuan dan Anak MA ini menjelaskan Perma ini mengamanatkan agar hakim mengidentifikasi situasi perlakuan yang tidak setara yang mengakibatkan diskriminasi terhadap perempuan. “Perma ini memastikan agar hakim menjamin hak perempuan terhadap akses yang setara dalam memperoleh keadilan,” tegasnya.

 

Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu menilai Perma No. 3 Tahun 2017 ini memberi perbaikan pada sistem hukum berbasis gender. Hanya saja, implementasi Perma ini tidak bisa berjalan dengan baik apabila tidak ada aturan lain. “Ini perlu diperkuat dengan aturan lain setingkat Undang-Undang yang berperspektif gender,” kata Azriana dalam kesempatan yang sama.

 

Ia mencontohkan KUHP saat ini tidak mengenal gender. Dalam KUHP melihat konteks kekerasan terhadap perempuan masih diartikan sebagai kejahatan terhadap kesusilaan, bukan kejahatan pada tubuh. “Kejahatan kesusilaan dalam KUHP, hukuman yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku hanya terbatas dari hasrat susila yang dilanggar, bukan mengutamakan kerugian seksual si korban,” ujarnya.

 

Karena itu, menurutnya, Perma ini dapat menginspirasi dan menjadi bahan masukan dalam revisi KUHP yang sedang dibahas di DPR. Meski begitu, dia melihat saat ini telah ada perubahan cara mengadili perempuan yang berhadapan dengan hukum di tingkat pengadilan. Namun, ia juga berharap perlu aturan lain ketika perempuan diproses di tahap penyelidikan dan penyidikan.

Tags:

Berita Terkait