Tidak Ada Korupsi di 'Belakang'
Berita

Tidak Ada Korupsi di 'Belakang'

Ada sejumlah metode untuk menghitung kerugian keuangan negara seperti total loss, total loss adjusted dan juga net loss.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Dari kiri ke kanan: Theodorus M. Tuanakotta (Dosen FE-UI), I Nyoman Wara (Auditor Utama Investigasi BPK), Moderator, Suryajaya (Hakim Agung) dalam sebuah seminar di FH UKI Jakarta, Senin (12/3). Foto: AJI
Dari kiri ke kanan: Theodorus M. Tuanakotta (Dosen FE-UI), I Nyoman Wara (Auditor Utama Investigasi BPK), Moderator, Suryajaya (Hakim Agung) dalam sebuah seminar di FH UKI Jakarta, Senin (12/3). Foto: AJI

Kasus tindak pidana korupsi khususnya terkait dengan pengadaan barang dan jasa yang dananya berasal dari APBN ataupun APBD seringkali melibatkan sejumlah pihak. Apalagi jika kasus tersebut juga merugikan keuangan negara, maka biasanya korupsi itu telah melalui perencanaan oleh para pelakunya termasuk melakukan lobi-lobi dengan sejumlah pihak.

 

Auditor Utama Investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) I Nyoman Wara menjelaskan mengenai metode dan teknik penghitungan kerugian keuangan negara dalam sebuah seminar yang bertemakan “Problematika Kerugian Keuangan Negara dan Metode Perhitungannya dalam Tindak Pidana Korupsi di Indonesia” yang diselenggarakan Universitas Kristen Indonesia (UKI).

 

Dalam pandangannya, Nyoman menjelaskan kerugian negara dalam akuntansi forensik yang berawal dari Perbuatan Melawan Hukum (PMH) baik dilakukan secara sengaja maupun kelalaian dari para oknum tertentu. Dari situ, timbullah kekurangan uang, barang, surat berharga yang nyata dan pasti serta hubungan kausalitas antara PMH dengan kerugian keuangan yang terjadi.

 

Dalam metodologi penghitungan ada yang disebut kerugian total (total loss), kerugian total disesuaikan (total loss adjusted), dan juga kerugian bersih (net loss). Metode kerugian total digunakan apabila seluruh barang atau jasa atau prestasi yang dilakukan oleh pihak ketiga tidak pernah diterima (fiktif) atau tidak dapat dimanfaatkan sesuai tujuan. Karena itu, seluruh nilai atau jumlah uang yang dikeluarkan negara seharusnya tidak layak dikeluarkan.

 

“Di metode total loss ini, kami harus mengetahui siapa yang memberi, siapa yang melakukan persekongkolan, cara uang keluar bagaimana? Karena tidak ada korupsi di belakang, seringkali saat tahap penganggaran sudah diijon proyeknya dari awal,” ujar Nyoman di kampus UKI, Jakarta Timur, Senin (12/3/2018). Baca Juga: KPK-PPATK Bahas Beneficial Ownership

 

Selanjutnya, metode kerugian total perlu disesuaikan jika barang yang diperoleh kemudian dimusnahkan, atau ada aktivitas lain yang memerlukan tambahan biaya, maka dilakukan penyesuaian ke atas. Dalam hal ini, nilai kerugian atas barang ditambah dengan biaya lain yang diperlukan. Sedangkan, untuk metode net loss digunakan jika ternyata sebagian dari barang yang diterima masih dapat dijual untuk mengurangi kerugian atau masih ada kas yang tersisa.

 

“Teknis akuntansi dan kadar kejahatan dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan penggunaan metode net loss,” terang Nyoman.

Tags:

Berita Terkait