​​​​​​​Jangan Asal Minta Ganti Rugi Pakai Dolar
Landmark Decisions MA 2017

​​​​​​​Jangan Asal Minta Ganti Rugi Pakai Dolar

Pembayaran dan penyelesaian kewajiban di wilayah Indonesia harus dilakukan dengan mata uang rupiah. Jika tidak, ada risiko hukumnya.

Oleh:
Fitri N Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: MYS
Ilustrasi: MYS

Putusan Mahkamah Agung ini bisa menjadi pelajaran penting bagi pihak-pihak yang bersengketa di pengadilan. Kalau Anda menggugat pihak lain dan meminta pengadilan menjatuhkan ganti rugi, jangan sekali-kali meminta dibayar pakai mata uang dolar Amerika Serikat (AS$) atau mata uang negara lain. Sepanjang transaksi dilakukan di wilayah Indonesia, Anda wajib menuntutnya dalam mata uang rupiah.

 

Pelajaran itulah yang bisa dipetik dari putusan Mahkamah Agung No. 158 PK/Pdt/2016 yang diputus majelis hakim Takdir Rahmadi, Nurul Elmiyah, dan I Gusti Agung Sumanatha. Majelis memperkuat amanat UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Berdasarkan Undang-Undang ini, seluruh transaksi yang dilakukan di dalam negeri wajib menggunakan mata uang rupiah (Rp). Kewajiban ini merupakan salah satu cara mempertahankan kedaulatan negara. Dari sisi ekonomi, kewajiban ini bertujuan menjaga fluktuasi nilai tukar rupiah. Semakin banyak rupiah yang digunakan di dalam negeri, semakin kokoh pula nilai tukar rupiah.

 

Pasal 23 ayat (1) UU Mata Uang mengatur rupiah menjadi alat pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam transaksi keuangan di dalam negeri. Sebagai peraturan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam PBI inilah diatur secara jelas batasan-batasan kewajiban penggunaan rupiah dan pengecualiannya.

 

Pasal 2 PBI mengatur transaksi yang harus menggunakan rupiah adalah transaksi yang tujuannya untuk pembayaran, penyelesaian kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, maupun transaksi keuangan lainnya. Namun, PBI masih memberikan kelonggaran atas beberapa sektor yang tak wajib menggunakan rupiah. Pasal 4 PBI menyatakan, pengecualian penggunaan rupiah bisa dilakukan terhadap transaksi tertentu yang menjadi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara. Selain itu, penerimaan atau pemberian hibah dari dan ke luar negeri atau transaksi pembiayaan internasional juga boleh menggunakan mata uang asing. Simpanan di bank dalam bentuk valuta asing juga masih diperbolehkan.

 

Baca:

 

Ahli hukum perbankan, Yunus Husein berpendapat penggunaan rupiah di Indonesia bersifat wajib, termasuk penggunaannya di dalam berkas gugatan atau putusan pengadilan. Apalagi, pengadilan sebagai lembaga hukum negara, harus memperjuangkan kedaulatan negara. “Seharusnya memang menggunakan rupiah karena di Indonesia, apalagi diputus dengan pengadilan. Pengadilan harus mempertahankan rupiah,” katanya kepada Hukumonline.

 

Yunus mengingatkan  Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang telah menegaskan rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan transaksi keuangan lainnya. Salah satu fungsi rupiah adalah sebagai alat pembayaran.

Tags:

Berita Terkait