Ahli: Pengenaan PBB Cukup Sekali Saat Pembelian Rumah
Berita

Ahli: Pengenaan PBB Cukup Sekali Saat Pembelian Rumah

DPR menilai UU PBB tidak bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Dan PBB bentuk pelaksanaan ketentuan Pasal 23A UUD 1945.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Pakar Hukum Agraria Aartje Tehupeiory saat memberi keterangan sebagai ahli dalam sidang perkara uji materi UU PBB di ruang sidang MK, Selasa (13/3). Foto: Humas MK.
Pakar Hukum Agraria Aartje Tehupeiory saat memberi keterangan sebagai ahli dalam sidang perkara uji materi UU PBB di ruang sidang MK, Selasa (13/3). Foto: Humas MK.

Sidang lanjutan uji materi Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terkait subjek pajak PBB digelar Selasa (13/3) kemarin. Pemohonan ini diajukan oleh Jestin Justian, Agus Prayogo, dan Nur Hasan. Pemohon keberatan dengan kewajiban pembayaran pajak bumi dan bangunan setiap tahun. Menurutnya, pasal itu bertentangan Pasal 28H ayat (1) UUD Tahun 1945, khususnya yang menjamin hak untuk mendapatkan tempat tinggal.    

 

Pasal 4 ayat (1) menyebutkan “Yang menjadi Subyek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.”  Pasal 4 ayat (2) berbunyi, “Subyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang- undang ini.”

 

Karena itu, Pemohon meminta kedua pasal tersebut konstitusional sepanjang dimaknai atau menambahkan frasa “tempat tinggal atau rumah tapak tidak dikenakan atau menjadi objek pembayaran PBB.”

 

Sidang kali ini, Mahkamah mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan para pemohon yakni Pakar Hukum Agraria Aartje Tehupeiory. Aartje berpendapat pengenaan PBB seharusnya cukup sekali saat membeli tanah untuk keperluan rumah tinggal sebagai kepemilikan pribadi.

 

“Jika PBB dipungut setiap tahun akan menghilangkan hak masyarakat secara utuh hak atas tanah yang dimilikinya yang dijamin Pasal 28H ayat (1) UUD Tahun 1945,” ujar Aartje dalam persidangan di Gedung MK.   

 

Menurut Pengajar Hukum Agraria Universitas Kristen Indonesia ini perlu pengecualian pengenaan PBB untuk bangunan yang dipergunakan sebagai tempat tinggal sebagai hak warga negara. Dengan memberi pengecualian tentang objek pajak yang tidak dikenakan PBB untuk rumah tinggal atau bertempat tinggal yang layak dapat memudahkan masyarakat memperoleh hak atas tanah melalui kantor wilayah pertanahan setempat.

 

“Ini untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian haknya  dan memberi manfaat kepada masyarakat,” lanjutnya.

Tags:

Berita Terkait