Logika Terbalik
Editorial

Logika Terbalik

Pernyataan meminta penundaan penetapan calon kepala daerah yang tersangkut korupsi itu juga melanggar komitmen negara dalam hal pemberantasan korupsi.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto agar KPK menunda pengumuman calon kepala daerah yang akan ditetapkan sebagai tersangka korupsi seolah menepis istilah “Hukum Harus Menjadi Panglima”. Padahal istilah ini bermaksud agar proses penegakan hukum di Indonesia harus dilakukan tanpa ada intervensi.

 

Pernyataan tersebut semata-mata hanya menguntungkan sisi calon kepala daerah saja, karena penetapan tersangka bisa menghancurkan kontestasi perpolitikan para calon kepala daerah yang menjadi tersangka KPK.

 

Bahkan tudingan KPK tengah berpolitik malah semakin menyakitkan rakyat. Jelas pernyataan ini terlalu mengada-ada, bahkan cenderung aneh. Atau masuk dalam kategori intervensi terhadap hukum.

 

Proses penegakan hukum tidak bisa disamakan dengan proses politik. Meski kedua proses itu bagaikan dua mata pisau yang berlainan, namun keduanya seharusnya malah bisa saling melengkapi.

 

Penetapan tersangka oleh KPK bisa mencerahkan masyarakat untuk mengetahui calon pemimpin daerahnya. Apakah calon tersebut pantas untuk memimpin dan mengelola sebuah daerah? Jika iya, potensi kerugian negara yang lebih besar lagi ke depannya dapat dicegah dari awal.

 

Sejalan dengan itu, pendidikan politik yang diterapkan semakin mencerdaskan masyarakat. Marwah pemilihan kepala daerah malah semakin terjaga. Hasilnya, kepala daerah yang terpilih merupakan orang-orang yang jauh dari perbuatan tercela.

 

Meski begitu, asas praduga tak bersalah harus tetap ada. Seharusnya Pemerintah mendukung lembaga penegak hukum dalam menjalankan tugasnya. Bukan seolah-olah “menghalang-halangi” proses penegakan hukum.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait