MK: Hak Penasihat Hukum Berhubungan dengan Klien Konstitusional
Berita

MK: Hak Penasihat Hukum Berhubungan dengan Klien Konstitusional

Tidak terdapat persoalan konstitusionalitas dalam materi muatan Pasal 70 ayat (1) KUHAP, sehingga Mahkamah berpendapat permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Suasana Sidang Pleno di MK: RES
Suasana Sidang Pleno di MK: RES

Secara bulat, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak pengujian Pasal 70 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terkait hak penasihat hukum untuk menghubungi kliennya. Dalam putusannya, Mahkamah menyimpulkan tidak ada persoalan konstitusionalitas terhadap berlakunya pasal tersebut, sehingga permohonan itu harus dinyatakan ditolak.

 

“Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Majelis MK, Anwar Usman saat membacakan kutipan amar putusan bernomor 92/PUU-XV/2017 di ruang sidang MK, Selasa (20/3/2018).   

 

Pasal 70 ayat (1) KUHAP menyatakan“Penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya.”

 

Sebelumnya, Khaeruddin, M. Said Bakhri, Eri Rossatria, yang berprofesi sebagai advokat, mempersoalkan 70 ayat (1) KUHAP terkait hak penasihat hukum untuk menghubungi dan berkomunikasi dengan kliennya setiap waktu. Alasannya, Mereka merasa dirugikan lantaran dibatasi berkonsultasi dengan kliennya di rumah tahanan (Rutan) atau lembaga pemasyarakatan (Lapas) dengan alasan habis waktu atau hari libur. Baca Juga: Advokat Persoalkan Aturan Hak Penasihat Hukum Berhubungan dengan Kliennya

 

Menurutnya, adanya frasa “setiap waktu” dalam Pasal 70 ayat (1) KUHAP semestinya advokat dapat berkunjung, berbicara, bertemu dengan kliennya kapanpun baik jam kerja atau hari libur sepanjang demi kepentingan pembelaan terhadap kliennya yang berstatus sebagai tersangka, terdakwa. Hal ini bertentangan dengan KUHAP dan semangat UUD Tahun 1945. Para Pemohon minta frasa “setiap waktu” itu dimaknai “kapanpun yang tidak memiliki batas waktu termasuk hari libur guna kepentingan atau pembelaan perkaranya.”

 

Mahkamah menilai frasa “setiap waktu” telah memberi keleluasaan waktu bagi Penasihat Hukum oleh instansi yang berwenang, seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Rutan untuk mengatur waktu kunjungan berdasarkan peraturan internalnya tanpa mengurangi hak-hak konstitusional pihak-pihak berkepentingan. Jadi, Penasihat Hukum dapat menemui kliennya di luar batas waktu yang ditentukan oleh instansi yang bersangkutan apabila (benar-benar) diperlukan demi kepentingan hukum tersangka/terdakwa.

 

“Menurut Mahkamah, norma a quo telah memberi kebebasan kepada Penasihat Hukum untuk menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang a quo,” demikian bunyi salah satu pertimbangan Majelis.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait