Ahli: Aturan Penahanan Tidak Langgar Asas Praduga Tak Bersalah
Berita

Ahli: Aturan Penahanan Tidak Langgar Asas Praduga Tak Bersalah

Aturan penahanan dalam KUHAP bukan tujuan untuk pemidanaan, melainkan untuk kepentingan pemeriksaan di semua tingkat peradilan.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Prof Topo Santoso saat memberi keterangan sebagai ahli dari Pemerintah dalam sidang lanjutan uji materiil KUHAP di Ruang Sidang MK, Rabu (21/3). Foto: Humas MK
Prof Topo Santoso saat memberi keterangan sebagai ahli dari Pemerintah dalam sidang lanjutan uji materiil KUHAP di Ruang Sidang MK, Rabu (21/3). Foto: Humas MK

Ketentuan penahanan seperti diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak melanggar asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Pandangan ini disampaikan pakar hukum pidana Universitas Indonesia Prof Topo Santoso yang dihadirkan Pemerintah saat dimintai pandangannya sebagai ahli dalam sidang lanjutan uji materiil Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP di ruang Sidang Pleno MK, Rabu (21/3).

 

Pasal 20 ayat (1) KUHAP menyebutkan, “Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan.” Ayat (2)-nya “Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan.”

 

Dalam keterangannya, Topo menyebut konsep penahanan dalam KUHAP dilakukan di tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan atau di beberapa literatur dikenal sebagai pretrial detention atau trial detention. Hal ini bukanlah suatu pemidanaan atau sentencing, juga bukan suatu pemenjaraan atau imprisonment, sehingga tidak melanggar prinsip praduga tak bersalah atau presumption of innocence.

 

“Konsep penahanan seperti itu bukan untuk kepentingan pemidanaan, seperti retributive/special deterrence/general deterrence, rehabilitation, melainkan untuk kepentingan pemeriksaan, penyidikan, penuntutan dan proses di pengadilan. Sifatnya bukan punitive, melainkan untuk alasan tertentu seperti mencegah tersangka atau terdakwa melarikan diri, menghilangkan alat bukti, mengulangi perbuatannya, dan lain sebagainya,” ujar Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.

 

Menurut Topo, penahanan tidak dapat dikatakan melanggar prinsip praduga tak bersalah merujuk pada Konvensi HAM Eropa Tahun 1950. Dalam konvensi tersebut, lanjutnya, diatur adanya asas praduga tak bersalah pada Pasal 6 ayat (2), juga hak kebebasan pada Pasal 5 ayat (1). Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, konvensi tersebut juga menerima pembatasan atas hak kebebasan tersebut.

 

“Dengan kata lain, penahanan bisa dijustifikasi (dibenarkan) dengan sejumlah persyaratan yang diatur di Pasal 5 konvensi tersebut. Jadi, adanya penahanan bisa berdampingan dengan presumption of innocence dan hak atas kemerdekaan, sepanjang memenuhi syarat-syarat tertentu dalam undang-undangnya,” lanjutnya.

 

Dalam sidang ini, Hakim Konstitusi Saldi Isra mempertanyakan kalau terdapat kasus bahwa seseorang yang ditahan justru dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan, padahal telah menjalani masa penahanan seperti yang dipermasalahkan Pemohon. “Proses lebih lanjut penahanan itu diakumulasi, jika dia bersalah, diakumulasi dengan masa hukuman berikutnya. Bagaimana menjelaskan secara legal argumen bahwa sebetulnya penahanan itu bukan bagian dari pemidanaan ketika masa tahanan itu dihitung sebagai bagian dari lamanya menjalankan masa pidana?” tanya Saldi.

Tags:

Berita Terkait