Sanksi Penundaan-Pemotongan Dana Daerah Dinilai Inkonstitusional
Utama

Sanksi Penundaan-Pemotongan Dana Daerah Dinilai Inkonstitusional

Ahli menilai Pasal 15 ayat (3) UU APBN Tahun 2018 bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2) UUD Tahun 1945 yang mengamanatkan hubungan keuangan pusat dan keuangan daerah dilaksanakan adil dan selaras.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar saat memberi keterangan sebagai ahli dalam sidang uji materi UU APBN 2018 di ruang sidang MK. Foto: Humas MK.
Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar saat memberi keterangan sebagai ahli dalam sidang uji materi UU APBN 2018 di ruang sidang MK. Foto: Humas MK.

Sidang lanjutan uji materi Pasal 15 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2018 terkait mekanisme penyaluran dana daerah dan desa yang bisa dilakukan penundaan dan atau pemotongan. Agenda sidang kali ini telah memasuki keterangan ahli yang dijukan para Pemohon yakni Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Prof Denny Indrayana dan Dosen FH UGM Zainal Arifin Mochtar.

 

Uji materi ini diajukan oleh Gerakan G20 Mei yang diwakili Irwan, Rahman dan Jamaluddin yang merupakan warga Kabupaten Kutai Timur melalui kuasa hukumnya Ahmad Irawan. Para pemohon beranggapan telah dirugikan hak konstitusionalnya karena tidak mendapatkan haknya sebagai masyarakat Kabupaten Kutai timur untuk mendapatkan transfer uang dari pemerintah pusat secara adil dan selaras berdasarkan UU.

 

Para Pemohon menilai Pasal 15 ayat (3) UU APBN bentuk kesewenang-wenangan yang dilakukan pemerintah pusat dan telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang tercermin dari seringnya terjadi perubahan peraturan presiden (Perpres) mengenai rincian anggaran yang ditransfer ke daerah dan dana desa.

 

Akibat pemotongan anggaran APBN ini, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur saat ini mengalami defisit anggaran dan kegiatan yang telah dianggarkan dan dilaksanakan tidak dapat dibayar pemerintah daerah. Konkritnya, anggaran yang seharusnya dialokasikan dari pemerintah pusat sebesar Rp 140 miliar, namun baru diberikan (dicairkan) sebesar Rp 8 miliar. Karena itu, para Pemohon minta Pasal 15 ayat (3) UU APBN dihapus karena bertentangan dengan UUD Tahun 1945.  

 

Pasal 15 ayat (3) huruf d berbunyi “Ketentuan mengenai penyaluran anggaran transfer ke daerah dan dana desa diatur sebagai berikut: d. dapat dilakukan penundaan dan/atau pemotongan dalam hal daerah tidak memenuhi paling sedikit anggaran yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan.”

 

Zainal Arifin Mochtar menilai meski mekanisme penundaan atau pemotongan diatur dalam UU APBN. Namun, impilkasi dari pemotongan itu sangat memungkinkan mengubah jumlah dan besaran dana transfer yang telah ditentukan UU APBN 2018. “Itu jelas merugikan rakyat (daerah),” ujar Zainal dalam persidangan di Gedung MK Jakarta, Kamis (22/3/2018).

 

Dia mengingatkan Pasal 9 sampai dengan Pasal 14 UU APBN 2018 ini telah menetapkan jumlah besaran dan alokasi anggaran daerah dan desa. Karena itu, mengubah dalam bentuk pemotongan akan sangat mungkin berimplikasi pada pengubahan sesuatu yang telah disepakati pemerintah dan DPR dalam proses legislasi penyusunan anggaran APBN.

Tags:

Berita Terkait