Jerat Hukum Bagi Penjual Meterai Palsu
Berita

Jerat Hukum Bagi Penjual Meterai Palsu

Terungkapnya perkara menjual, mengedarkan, menyimpan meterai yang diduga palsu adanya kecurigaan adanya penurunan penerimaan pajak dari bea meterai.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Jumpa pers pengungkapan meterai palsu: Foto DJP
Jumpa pers pengungkapan meterai palsu: Foto DJP

Tim Satgas Fismondev Polda Metro Jaya baru saja mengungkap perkara penjualan meterai tempel palsu melalui blog atau toko online. Atas hal ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memberi apresiasi.

 

Keterangan pers DJP yang diterima di Jakarta, Rabu (21/3), menyatakan pengungkapan kasus ini bermula dari kesigapan Tim Satgas Fismondev Polda Metro Jaya dalam menindaklanjuti laporan Direktorat Intelijen Perpajakan DJP.

 

Kemudian, Tim Fismondev Polda Metro Jaya mengamankan delapan orang tersangka dengan sejumlah barang bukti termasuk 64.412 keping meterai tempel palsu nominal Rp6.000 yang dijual para pelaku secara online dengan harga Rp1.500 per lembar.

 

“Para pelaku telah melakukan penjualan meterai palsu selama tiga tahun dan berdasarkan aliran rekening penampung terindikasi hasil penjualan meterai palsu tersebut telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp6,1 miliar,” tulis rilis DJP tersebut.

 

Saat ini, para pelaku dijerat dengan Pasal 13 UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai jo Pasal 253 KUHP jo Pasal 257 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama tujuh tahun.

 

Selain itu, dengan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama lima belas tahun serta denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp15 miliar.

 

Pasal 3

Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 4

Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak- hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 5

(1) Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan basil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Tags:

Berita Terkait