BPN Akui Pemetaan Kepemilikan Lahan Masih Jadi Persoalan
Berita

BPN Akui Pemetaan Kepemilikan Lahan Masih Jadi Persoalan

Penguasaan jumlah prosentase lahan oleh korporasi dan asing menjadi perbebatan. Karena, minimnya keakuratan data kepemilikan lahan di Indonesia.

Oleh:
CR-26
Bacaan 2 Menit
Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, Muhammad Ikhsan Saleh (tengah) saat menyampaikan keterangan pers di Gedung Kementerian ATR/BPN Jakarta, Kamis (29/3). Foto: CR-26
Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, Muhammad Ikhsan Saleh (tengah) saat menyampaikan keterangan pers di Gedung Kementerian ATR/BPN Jakarta, Kamis (29/3). Foto: CR-26

Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyangkal pernyataan dari politisi senior Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais yang menyebut sebanyak 74 persen lahan Indonesia dikuasai oleh swasta. Kondisi tersebut dinilai mustahil karena sekitar 75 persen lahan Indonesia masih berupa hutan.

 

“Tidak mungkin lahan Indonesia 74 persen dikuasai asing atau swasta. Soalnya sekitar 2/3 lahan itu masih berupa hutan,” kata Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR, Muhammad Ikhsan Saleh saat dijumpai Hukumonline dalam acara konferensi pers “Reformasi Agraria” di Gedung Kementerian ATR/BPN, Kamis (29/3/2018).

 

Ikhsan mengakui pemetaan kepemilikan lahan masih menjadi persoalan agraria hingga saat ini. Sehingga, kondisi tersebut menyebabkan minimnya keakuratan data lahan di Indonesia. Hal ini juga yang mendorong terjadinya konflik sengketa lahan di Indonesia. Baca Juga: DPR Pastikan RUU Pertanahan Mulai Dibahas Tahun Depan

 

Berdasarkan catatan Hukumonline, kasus sengketa lahan tidak hanya melibatkan antar warga, tapi juga korporasi bahkan pemerintah. Sebagian besar kasus, warga masyarakat sering berada pada posisi yang lemah. Sebut saja, kasus sengketa lahan Mesuji, Lampung. Lalu, kasus teranyar kasus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta yang menyebabkan tiga nelayan harus ditahan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara.

 

Isu penguasaan asing dan swasta (korporasi) terhadap lahan di Indonesia bukan hal baru. Sebelumnya, peneliti The Indonesia for Global Justice, Salamuddin Daeng dalam bukunya berjudul Investment Colonial Model (Critical Analysis on Investment Law in Indonesia) yang terbit pada 2010 menyatakan sebanyak 93 persen atau 175 juta hektar lahan Indonesia dikuasai asing dan swasta. Penguasaannya berupa kontrak production sharing migas, kontrak karya pertambangan mineral, kontrak kerja pertambangan batubara, HGU perkebunan, dan HPH kehutanan.

 

Dalam bukunya tersebut, penguasaan asing pada sektor pertambangan di Indonesia merepresentasikan bentuk kolonialisme yang memakai lahan yang sangat luas dan menyebabkan terputusnya akses masyarakat lokal terhadap sumber ekonominya yaitu tanah, hutan dan perairan laut.

 

Dia juga menyebut seluruh kebutuhan investasi seperti barang modal, bahan baku berasal dari luar negeri. Lalu, investasi tersebut hanya bertujuan mendapatkan bahan mentah dari Indonesia untuk diproses pengolahannya di luar negeri. Sehingga tidak terjadi proses industrialisasi yang membuat multipliereffect (yang bermanfaat) bagi masyarakat Indonesia. 

Tags:

Berita Terkait