Jerat Korupsi dalam Aksi Korporasi BUMN, Begini Pandangan Pakar
Utama

Jerat Korupsi dalam Aksi Korporasi BUMN, Begini Pandangan Pakar

Actual loss dalam kerugian keuangan negara baru benar diterapkan setelah keuangan BUMN telah disetor ke kas negara dan sudah dicatat dalam APBN.

Oleh:
M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Kejaksaan Agung menetapkan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Galaila Agustiawan (KGA), sebagai tersangka baru dalam dugaan korupsi investasi perusahaan tersebut di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009 yang merugikan keuangan negara Rp568 miliar. Selain Karen, Direktur Hukum dan Kepatuhan Pertamina Genades Panjaitan dan mantan Direktur Keuangan Pertamina Frederik Siahaan juga ditetapkan sebagai tersangka.

 

Juru Bicara Kejaksaan Agung M Rum mengatakan, kasus itu berawal saat PT Pertamina (Persero) melakukan kegiatan akuisisi (Investasi Non-Rutin) berupa pembelian sebagian asset (Interest Participating/ IP) milik ROC Oil Company Ltd di lapangan Basker Manta Gummy (BMG) Australia berdasarkan "Agreement for Sale and Purchase-BMG Project" tanggal 27 Mei 2009.

 

Dalam pelaksanaannya, ditemui adanya dugaan penyimpangan dalam pengusulan Investasi yang tidak sesuai dengan Pedoman Investasi dalam pengambilan keputusan investasi tanpa adanya kajian kelayakan berupa kajian secara lengkap (akhir) atau "Final Due Dilligence" dan tanpa adanya persetujuan dari Dewan Komisaris.

 

Tindakan tersebut, mengakibatkan peruntukan dan penggunaan dana sejumlah AS$31.492.851 serta biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) sejumlah AS$26.808.244 tidak memberikan manfaat ataupun keuntungan kepada PT. Pertamina (Persero) dalam rangka penambahan cadangan dan produksi minyak nasional. Akibatnya, terjadi kerugian keuangan negara cq. PT. Pertamina (Persero) sebesar AS$31.492.851 dan AS$26.808.244 atau setara dengan Rp568,066 miliar sebagaimana perhitungan Akuntan Publik.

 

Terkait jerat korupsi dalam aksi korporasi BUMN, ahli keuangan negara dari Universitas Indonesia, Dian Puji Simatupang menjelaskan bahwa rezim hukum kekayaan BUMN telah memisahkan antara keuangan negara dengan keuangan BUMN. Sehingga, dalam melihat sebuah aksi korporasi, hal yang harus diperhatikan adalah mengidentifikasi praktik “hitam” dalam  aktivitas yang tergolong aksi korporasi.

 

Dian mengalamatkan praktik hitam tersebut pada kemungkinan tindakan suap, pemaksaan, atau bahkan penipuan yang terjadi dalam sebuah aksi korporasi yang berakibat pada penerimaan sejumlah uang secara melawan hukum. “Misalnya saya menerima (uang) padahal saya tidak boleh menerima itu,” ujar Dian saat dihubungi hukumonline, Kamis (5/4).

 

Ia menegaskan, adanya perbedaan antara kerugian keuangan negara yang timbul akibat praktik hitam di korporaasi dengan kerugian BUMN diakibatkan kesalahan dalam melaksanakan aksi korporasi.  

Tags:

Berita Terkait