Butuh ‘Pengakuan’, Likuidator Uji UU Perseroan Terbatas
Berita

Butuh ‘Pengakuan’, Likuidator Uji UU Perseroan Terbatas

Pemohon diminta memperkuat alasan permohonan dengan membandingkan profesi advokat dan praktik likuidator di negara civil law.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Sejumlah anggota Perkumpulan Profesi Likuidator Indonesia (PPLI) melayangkan uji materi beberapa pasal dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Mereka adalah M. Achsin, Indra Nur Cahya, Eddy Hary Susanto, Anton Silalahi, Manonga Simbolon, Toni Hendarto, Handoko Tomo.

 

Mereka memohon pengujian Pasal 142 ayat (2) huruf a, ayat (3); Pasal 143 ayat (1); Pasal 145 ayat (2); Pasal 146 ayat (2); Pasal 147 ayat (1), ayat (2) huruf b; Pasal 148 ayat (2); Pasal 149 ayat (1), ayat (2), ayat (4); Pasal 150 ayat (1), ayat (4); Pasal 151 ayat (1), ayat (2); dan Pasal 152 ayat (1), ayat (3), ayat (7) UU Perseroan Terbatas.

 

Salah satu pemohon, Eddy Hary Susanto, mengatakan para pemohon telah dirugikan hak konstitusionalitasnya atas berlakunya pasal-pasal tersebut. Hal dikarenakan tidak ada kepastian hukum terkait status hukum profesi yang saat ini dijalaninya. Misalnya, tidak ada batasan dan syarat yang jelas tentang profesi likuidator dalam UU PT. Padahal, likuidator disebut sebanyak 23 kali dalam UU Perseroan Terbatas, batasan dan syarat likuidator sangat dibutuhkan.

 

“UU PT hanya menyebut peran atau kewajiban atau wewenang likuidator tanpa menyebut apa sebenarnya makna dari likuidator dan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang likuidator. Karena itu, perlu adanya definisi yang jelas tentang profesi likuidator yang memiliki independensi dan profesionalitas, serta harus mengikuti pendidikan likuidator untuk menjadi seorang likuodator,” kata Eddy dalam sidang pendahuluan di ruang sidang MK, Selasa (10/4/2018).

 

Sidang pendahuluan ini dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat didampingi dua anggota majelis panel Aswanto dan Manahan Sitompul.

 

Eddy mengungkapkan selama ini para likuidator tidak memiliki perlindungan hukum akibat tidak adanya definisi yang jelas dari apa yang dimaksud likuidator dan tidak ada kewajiban untuk mengikuti pendidikan menjadi likuidator, sehingga mudah diskriminalisasi. Belum lagi, likuidator Indonesia dirugikan karena banyaknya likuidator asing atau lembaga likuidator asing berpraktek likuidasi terhadap perseoran berbadan hukum Indonesia atau asing yang berada di Indonesia. “Ini sangat merugikan para likuidator asal Indonesia.”

 

Sebagai informasi, para pemohon yang tergabung dalam PPLI yang didirikan pada 2016 ini telah melaksanakan rangkaian pendidikan dan pelatihan untuk memberi pemahaman dan pengetahuan yang mendalam demi terciptanya kompetensi dan profesionalitas likuidator. Selain itu, PPLI telah memfasilitasi likuidator hingga menjadikannya sebagai profesi.

Tags:

Berita Terkait