Pentingnya Transaksi Uang Tunai Dibatasi
Utama

Pentingnya Transaksi Uang Tunai Dibatasi

Pemerintah dan diminta segera membahas RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal ini. Aturan ini diharapkan mampu mencegah tindak pidana transaksi keuangan yang kerap menggunakan uang tunai.

Oleh:
CR-26
Bacaan 2 Menit
Diseminasi RUU PTUK bertajuk “Optimalisasi Penelusuran Aset Hasil Tindak Pidana Melalui Regulasi Pembatasan Transaksi Uang Kartal” di Gedung PPATK, Selasa (17/4). Foto: CR-26
Diseminasi RUU PTUK bertajuk “Optimalisasi Penelusuran Aset Hasil Tindak Pidana Melalui Regulasi Pembatasan Transaksi Uang Kartal” di Gedung PPATK, Selasa (17/4). Foto: CR-26

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendesak pemerintah dan DPR segera merampungkan pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal (RUU PTUK) yang sudah masuk dalam Prolegnas prioritas 2018. Padahal, regulasi tersebut sangat penting sebagai salah satu cara mencegah tindak kejahatan transaksi keuangan, seperti penyuapan, korupsi, pencucian uang.  

 

Berdasarkan temuan PPATK, kasus tindak kejahatan transaksi keuangan sering dilakukan dengan transaksi secara tunai. Kondisi ini menyebabkan penegak hukum kesulitan melacak sumber dan aliran dana tersebut. Alasan tersebut yang menjadi salah satu faktor PPATK pernah mengusulkan kepada pemerintah menyusun aturan pembatasan transaksi uang tunai.

 

Kepala PPATK, Kiagus Ahmad Badaruddin menilai pembatasan transaksi tunai dapat mencegah terjadinya tindak pidana penyuapan dan pencucian uang. Dia berharap transaksi yang sebelumnya dilakukan secara tunai beralih menjadi non-tunai. Menurut Kiagus, penggunaan transaksi secara non-tunai lebih memudahkan untuk melacak sumber dan aliran dana dalam transaksi yang mengarah pada tindak pidana. Baca juga: KPK OTT Kepala Daerah di Jawa Barat

 

“Berdasarkan riset dan analisa PPATK ditemukan tren transaksi penggunaan uang kartal yang meningkat. Transaksi ini dengan maksud menyulitkan pelacakan asal-usul sumber dana yang diduga dari tindak pidana dan memutus pelacakan (mata rantai) aliran dana kepada penerima manfaat (beneficial ownership),” kata Kiagus dalam acara Diseminasi RUU PTUK bertajuk “Optimalisasi Penelusuran Aset Hasil Tindak Pidana Melalui Regulasi Pembatasan Transaksi Uang Kartal” di Gedung PPATK, Selasa (17/4/2018).

 

Data statistik PPATK sejak 2003-Januari 2018 telah disampaikan sebanyak 4.155 hasil analisis kepada penyidik. Dari jumlah tersebut sebanyak 1.958 hasil analisis terindikasi tindak pidana korupsi dan 113 hasil analisis berindikasi tindak pidana penyuapan yang modusnya menggunakan uang tunai Rupiah, uang tunai asing, dan cek perjalanan.   

 

Dalam RUU PTUK tersebut memberi batasan maksimal penggunaan transaksi secara tunai. Dalam Pasal 3 ayat (1) disebutkan, “Setiap Orang dapat melakukan Transaksi Uang Kartal dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau yang nilainya setara dengan itu. Artinya, penerapan aturan tersebut hanya membolehkan transaksi tunai ditetapkan maksimal Rp 100 juta.

 

Selanjutnya, RUU PTUK melarang setiap orang bertransaksi tunai melebihi Rp 100 juta. Seperti diatur Pasal 3 ayat (2) yang berbunyi, “Setiap Orang dilarang melakukan Transaksi Uang Kartal dengan nilai di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau yang nilainya setara dengan itu baik dalam 1 (satu) kali maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Tags:

Berita Terkait