Ingin Berkompetisi Global, Perusahaan Harus Pahami Panduan Bisnis Ini
Berita

Ingin Berkompetisi Global, Perusahaan Harus Pahami Panduan Bisnis Ini

Pemerintah perlu menerbitkan peraturan yang mengikat untuk menerapkan panduan tentang Bisnis dan HAM. Perlu juga membangun gerakan ekonomi dan bisnis yang bertanggung jawab.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Perkebunan sawit. Foto: HOL
Perkebunan sawit. Foto: HOL

Persaingan bisnis di tingkat global saat ini semakin ketat. Selain itu konsumen juga semakin pintar dalam memilih produk. Selain menimbang kualitas dan harga, konsumen juga memperhatikan proses pembuatan barang. Perusahaan perkebunan sawit termasuk salah satu yang menjadi sasaran dari keluhan konsumen ini. Uni Eropa melakukan tindakan bisnis terhadap produk kelapa sawit dari Indonesia. Perusahaan perkebunan kelapa sawit ditengarai melakukan kejahatan hak asasi manusia dalam menjalankan bisnisnya.

 

Sebagai upaya untuk membenahi praktik bisnis yang dilakukan perusahaan agar selaras dengan HAM, PBB telah menerbitkan Panduan tentang Bisnis dan HAM atau dikenal dengan istilah UNGPs. Pemerintah telah memasukan isu Panduan Bisnis dan HAM dalam Peraturan Presiden No.33 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No.75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional HAM Tahun 2015-2019.

 

Presiden Indonesia Global Compact Network (IGCN), Yaya W Junardy, mengatakan dunia bisnis harus terlibat aktif dalam menghormati HAM. PBB juga menaungi organisasi bernama United Nation Global Compact (UNGC) yang anggotanya merupakan pimpinan tinggi perusahaan dari seluruh negara. Ada 4 pilar yang dijunjung UNGC yaitu HAM, buruh, lingkungan dan anti korupsi.

 

(Baca juga: Inilah 31 Prinsip dalam Panduan Bisnis dan HAM)

 

Untuk IGCN, Junardy mengatakan salah satu program kerjanya yakni melakukan promosi UNGPs. Sejak beberapa tahu lalu IGCN telah menggelar pelatihan UNGPs, dalam pelatihan yang digelar terakhir sedikitnya ada 31 perusahaan yang ikut. Dalam pelatihan itu Junardy kerap mengundang sejumlah perusahaan untuk memaparkan pengalamannya dalam menerapkan panduan Bisnis dan HAM. Menurutnya itu penting bagi perusahaan untuk memberi pandangan bagaimana tantangan dan peluang yang ada.

 

Junardy melihat masih banyak perusahaan yang belum mengerti tentang program yang diusung PBB seperti Sustainable Developmnet Goals (SDGs) dan UNGPs. Oleh karena itu butuh sosialisasi yang masif agar program PBB itu bisa diketahui masyarakat secara luas. Selain itu perguruan tinggi juga penting untuk memberi pemahaman kepada mahasiswanya terutama program pascasarjana fakultas ekonomi dan hukum terhadap SDGs dan UNGPs.

 

Kalangan dunia usaha perlu memahami perkembangan tren bisnis global sekarang yang mengadopsi prinsip-prinsip HAM. Perusahaan yang kegiatan bisnisnya selaras dengan HAM berpotensi lebih berkelanjutan karena bisa berkompetisi di tingkat global. “Sekarang ini pembeli sudah pintar (smart buyer), strategi bisnis kita harus ke sana. Ini dalam rangka kompetisi secara global,” kata President Commissioner PT Rajawali Corporation itu dalam diskusi di Jakarta, Kamis (19/4).

 

Menurut Junardy pemerintah perlu menerbitkan aturan yang mengikat dalam mendorong pelaksanaan panduan Bisnis dan HAM. Selain itu perlu juga gerakan ekonomi dan bisnis yang bertanggungjawab, di mana setiap kegiatan yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan prinsip HAM. Menurutnya gerakan bisnis seperti itu berkembang di tingkat global misalnya ada organisasi investor internasional yakni Principles for Responsible Investment (PRI) yang memberi kucuran dana investasi kepada perusahaan yang bertanggungjawab.

Tags:

Berita Terkait