Sukma Violetta: Dari Aktivis Lingkungan, Peradilan Hingga Pengawas Hakim
Srikandi Hukum 2018

Sukma Violetta: Dari Aktivis Lingkungan, Peradilan Hingga Pengawas Hakim

Bagi wanita yang berkarier di dunia hukum, seperti hakim, jaksa, lawyer, harus mampu memainkan peran ganda baik di rumahnya maupun di komunitas profesinya.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Sukma Violetta. Foto: RES
Sukma Violetta. Foto: RES

Kepeduliannya terhadap isu hak asasi manusia (HAM), ketidakadilan, dan potret lembaga peradilan yang korup, menggugah hati nurani seorang Sukma Violetta yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY). Saat-saat mengawali kariernya sebagai aktivis peradilan dimulai dari aktivis di LBH Jakarta, Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Patnership for Governance Reform in Indonesian (PGR) menjadi konsultan reformasi hukum dan peradilan.

 

Wanita yang menyukai makanan gudeg khas Jogja ini pun pernah menjadi aktivis peduli hukum lingkungan di Indonesian Center for Environmental Law (ICEL). Melihat rekam jejak kariernya banyak dihabiskan untuk perbaikan sistem peradilan, ibu dari tiga orang anak ini, dapat dikatakan sebagai sosok yang cukup berjasa dalam reformasi peradilan, khususnya di Kejaksaan dan Mahkamah Agung (MA). Meski tidak dilahirkan dari “darah” yang bergelut di dunia hukum, namun ia tetap konsisten melakoni aktivis dunia peradilan hingga akhirnya menduduki Wakil Ketua KY sejak tahun lalu.

 

Awal kariernya sejak lulus kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) pada 1990, Sukma bergabung di LBH Jakarta. Saat di LBH Jakarta, Sukma sering menangani kasus-kasus penindasan. Misalnya, dia pernah menangani kasus seorang karyawan perusahaan minyak (Pertamina) yang diduga berasal dari keluarga PKI pada zaman Orde Baru yang kala itu tengah melakukan program penelitian khusus (litsus). Namun, akhirnya karyawan yang bersangkutan lolos litsus oleh Kodam Jaya.

 

“Ketika itu ada bersih-bersih keturunan PKI masa orde baru. Sampai saya pernah diancam-ancam akan ditangkap Mbak,” ujar Sukma saat berbincang di ruang kerjanya, Rabu (14/3).

 

Wanita kelahiran Jakarta 10 Agustus 1964 ini mengaku banyak mengadvokasi kasus-kasus perburuhan, penggusuran lahan, masjid, dan bentuk penindasan lain yang bertentangan dengan HAM. Selama di LBH Jakarta, dia belajar banyak dari sosok (alm) Adnan Buyung Nasution yang sejak zaman Orba Baru hingga akhir hayatnya sering membela hak-hak masyarakat yang tertindas. Tak heran, Sukma pun sangat mengidolakan sosok Adnan Buyung Nasution yang juga dikenal sebagai pendiri LBH Jakarta (YLBHI).

 

Baca:

 

Di sela-sela aktivitasnya di LBH Jakarta, Sukma pun mencoba menjajaki dunia lawyering pada Kantor Gani Djemat and Partners sekitar 1990-1992. Jika di LBH Jakarta Sukma belajar memegang teguh sebuah ideologi yang berorientasi pada kepentingan publik. Tak demikian, di law firm, ia belajar profesional dan dituntut cepat atau tepat waktu menangani perkara sambil terus mengasah ilmu hukumnya. Saat berkiprah di LBH, ia pun melanjutkan kuliah di University of Nottingham di Inggris yang kemudian lulus pada tahun 1997.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait