Woeker Ordonantie 1938 Jilid IV
Kolom Hukum J. Satrio

Woeker Ordonantie 1938 Jilid IV

Dua contoh perkara terkait pembatalan perjanjian, Woekerordonantie dan badan hukum.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
J. Satrio
J. Satrio

(Landraad Kendal 18 Januari 1920, T. 114 : 59)

Pembatalan Perjanjian

Pokok perkaranya adalah, bahwa pada suatu ketika tergugat berada dalam keadaan terdesak untuk membayar pajak yang terhutang. Ia datang pada penggugat untuk pinjam uang sebesar f 62, yang sangat ia butuhkan untuk membayar tunggakan pajak. Tetapi penggugat menjawab bahwa ia tidak mau meminjamkan uang, namun ia mau memberikan uang sejumlah itu, kalau tergugat mau menyerahkan tanah miliknya seluas 2 bau selama 3 kali musim untuk digarap, dengan janji, bahwa selama 3 musim panen, tergugat tetap mengerjakan sawah itu, dari setiap panen 2/3 dari hasil panen diserahkan kepada penggugat.

 

Tergugat tanpa menghitung berapa hasil sawahnya dan tanpa berpikir  lebih dahulu berapa besar kerugian yang akan ia derita dengan usul itu, telah menyetujui usul dari penggugat, karena ia sangat terdesak waktu -ia dalam keadaan terdesak- sehubugan dengan tunggakan pajak.

 

Pada akhir musim yang pertama, tergugat telah menyerahkan 2/3 dari hasil panen  kepada penggugat, yang jumlahnya adalah 72 pikul pada senilai 7 x f 72 = f 504. Padahal nilai umum sewa untuk 1 bau selama 1 musim panen adalah f 50 sampai f 60, sehingga kalau ia tidak berada dalam keadaan terdesak, tergugat bisa menyewakan sawahnya untuk seharga f 360.  Atas dasar itu tergugat berpikir, bahwa ia dengan apa yang telah ia serahkan (senilai f 504) telah mengembailkan uang penggugat lebih dari cukup. Tergugat mohon agar perjanjian antara dia dengan penggugat dibatalkan.

 

Oleh Pengadilan dipertimbangkan, bahwa:

  • keuntungan yang penggugat perjanjikan dalam perjanjian itu, melampaui nilai kewajibannya sedemikian rupa, sehingga ketidakseimbangan antara kewajiban timbal balik adalah luar biasa/tidak lumrah; 
  • Woekerbesluit tidak membedakan jenis perjanjiannya, dalam arti tidak mempermasalahkan, apakah perjanjiannya merupakan perjanjian hutang piutang atau perjanjian lain;
  • Bahwa dari fakta-fakta yang ada, Pengadilan menyimpulkan, bahwa pihak yang dirugikan berada dalam keadaan terdesak dan pihak lain tahu adanya keadaan itu, dan pihak yang dirugikan telah menutup perjanjian dengan gegabah

 

Beberapa fakta penting yang dipertimbangkan oleh Hakim :

  • ada ketidakseimbangan yang luar biasa (tidak lumrah) antara prestasi para pihak dalam perjanjian;
  • perjanjian yang menghasilkan prestasi timbal balik yang tidak seimbang itu, tidak harus merupakan perjanjian hutang piutang;
  • menurut Hakim dari fakta yang ada sudah cukup ternyata, bahwa pihak yang dirugikan berada dalam keadaan terdesak dan pihak lawan janjinya tahu kedaan itu.  

 

Ternyata pengadilan :

  • tidak mewajibkan pihak yang dirugikan untuk membuktikan, bahwa ia telah bertindak gegabah/ceroboh, kurang pengalaman. Jadi sudah cukup, kalau dibuktikan, bahwa ia menutup perjanjian itu dalam keadan terdesak, yaitu membutuhkan uang untuk membayar pajak yang masih terhutang;
  • tidak harus menunjukkan adanya penyalahgunaan keadaan terdesak itu.
  • Jadi seakan-akan menjadi kewajiban dari lawan janjinya, bahwa tidak ada keadaan terdesak dan tidak ada penyalahgunaan keadaan

 

Keputusannya adalah :

  • membatalkan perjanjian dan
  • mengembalikan kedua belah pihak dalam keadaan sebelum ada perjanjian

 

(R.v.J. Batavia 1 Februari 1927, T. 126 : 59)

Woekerordonantie dan Badan Hukum

Pokok peristiwanya: antara penggugat (sebuah PT) dan tergugat telah ditutup perjanjian sewa menyewa sebuah persil. Dalam salah satu pasal dalam perjanjian sewa menyewa, yang dibuat dalam bentuk notariil, telah disepakati, bahwa apabila penyewa lalai untuk membayar uang sewa sebagaiman mestinya, yang paling lambat adalah sebulan setelah lewatnya waktu yang ditentukan, maka pemilik gedung-sewa berhak untuk menghentikan sewa ini tanpa perantaraan Hakim, dengan cara menyampaikannya melalui exploit juru sita, dengan mana perjanjian menjadi batal  dan pemilik persil-sewa berhak atas denda sebesar f 50.000, yang segera matang untuk ditagih, dengan tidak mengurangi kewajiban penyewa untuk membayar uang sewa yang tetunggak. Para pihak sepakat menyingkirkan Pasal 1366 dan Pasal 1367 BW.

Tags:

Berita Terkait