Hukuman Maksimal Setya Novanto
Utama

Hukuman Maksimal Setya Novanto

Setya Novanto meminta waktu untuk mempelajari putusan dan berkonsultasi dengan kuasa hukum dan keluarganya untuk mengambil langkah hukum selanjutnya.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Terdakwa Setya Novanto saat mengikuti persidangan kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto RES
Terdakwa Setya Novanto saat mengikuti persidangan kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto RES

Setya Novanto akhirnya divonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dengan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp500 juta subsider kurungan 3 bulan. Selain itu, ia dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar US$7,3 juta dikurangi uang yang telah dikembalikan sebanyak Rp5 miliar subsider 2 tahun kurungan.

 

Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangannya sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Pertimbangan memberatkan, perbuatan Novanto bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan juga pelaku koruptif yang dilakukannya masuk dalam kategori kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime. Sedangkan pertimbangan meringankan, ia berlaku sopan selama persidangan.

 

"Rangkaian perbuatan Terdakwa secara bersama-sama tersebut, telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2.314.904.234.275,39 (lebih dari Rp2,3 triliun) atau setidak-tidaknya sejumlah itu sesuai Laporan Hasil Audit dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara yang dilakukan Ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia Nomor: SR-338/D6/01/2016 tanggal 11 Mei 2016 atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Paket Penerapan KTP Berbasis NIK Secara Nasional tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia," kata hakim anggota Sukartono di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (24/4/2018).

 

Novanto disebut hakim terbukti melakukan berbagai pertemuan yang membahas e-KTP. Bahkan, ia memperkenalkan anggota konsorsium seperti Andi Agustinus, Johannes Marliem, Anang Sugiana Sudihardjo, dan Paulus Tannos kepada Made Oka Masagung yang disebut sebagai perwakilannya.

 

Tujuannya untuk membantu mencarikan dana pinjaman karena Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum memberi mereka uang muka pekerjaan proyek e-KTP. "Dalam pertemuan tersebut, Paulus Tannos melaporkan bahwa Konsorsium PNRI tidak mendapatkan uang muka pekerjaan sebagai modal kerja. Paulus Tannos kemudian meminta petunjuk Terdakwa. Atas penyampaian tersebut, Terdakwa akan memperkenalkan “orang”nya atau “perwakilan”nya yaitu Made Oka Masagung yang mempunyai relasi ke banyak bank," jelas Majelis dalam pertimbangannya.  

 

Namun bantuan itu tidak gratis, Novanto meminta mereka untuk memberikan fee sebesar 5 persen kepada dirinya dan anggota DPR RI. "Terdakwa juga menyampaikan agar komitmen fee yang merupakan jatah untuk Terdakwa dan anggota DPR RI sebesar 5 persen disampaikan melalui Made Oka Masagung," terang hakim Sukartono. Baca Juga: Pledoi Novanto Ungkap Aliran Dana e-KTP ke Koleganya

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait