Penyederhanaan Izin Usaha Masih Sulit Diterapkan, Ini Sebabnya
Berita

Penyederhanaan Izin Usaha Masih Sulit Diterapkan, Ini Sebabnya

Demi menarik investasi, pemerintah bakal menyederhanakan proses perizinan usaha melalui program One Single Submission (OSS). Namun, penyederhanaan tersebut dirasa masih sulit dilakukan karena masih tingginya ego sektoral di internal pemerintah.

Oleh:
CR-26
Bacaan 2 Menit
Senior Partner AHP Ahmad Fikri Assegaf (kedua kiri), Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly (kedua kanan) dan narasumber lain dalam seminar bertajuk “Revitalisasi Hukum dan Penyelesaian Sengketa untuk Perbaikan Iklim Usaha” di Jakarta, Selasa (24/4). Acara ini dibuka oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution. Foto: RES
Senior Partner AHP Ahmad Fikri Assegaf (kedua kiri), Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly (kedua kanan) dan narasumber lain dalam seminar bertajuk “Revitalisasi Hukum dan Penyelesaian Sengketa untuk Perbaikan Iklim Usaha” di Jakarta, Selasa (24/4). Acara ini dibuka oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution. Foto: RES

Prosedur perizinan berbelit-belit bukan masalah baru bagi dunia usaha di Indonesia. Mulai dari persoalan duplikasi aturan hingga lambatnya proses perizinan masih menjadi kendala yang kerap dihadapi investor. Meski ada komitmen dari pemerintah untuk mempermudah proses perizinan usaha di Indonesia, ternyata praktiknya masih belum optimal.

 

Senior Partner sekaligus pendiri dari Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Ahmad Fikri Assegaf mengatakan pemerintah harus segera membenahi kembali peraturan terkait proses perizinan agar lebih memberi kemudahan bagi pelaku usaha menanamkan modalnya di Indonesia. Pembenahan tersebut harus dilakukan mulai penyederhanaan aturan, prosedur perizinan usaha, hingga aturan main kegiatan izin usaha.

 

Fikri mencontohkan saat proses awal pendirian usaha ternyata pengusaha harus mengurusi atau menghadapi sekitar 20 peraturan berbeda di tingkat pusat dan daerah. Kemudian, jumlah perizinan semakin banyak harus dipenuhi ketika kegiatan usaha mulai berjalan. Di bidang usaha sektoral berbagai masalah lebih banyak ditemukan.

 

“Mulai dari proses yang seringkali melebihi batas waktu normatif, dokumen persyaratan yang diminta berulang-ulang, dan banyaknya perizinan berjenjang,” kata Fikri saat menjadi pembicara dalam acara seminar bertajuk “Revitalisasi Hukum dan Penyelesaian Sengketa untuk Perbaikan Iklim Usaha” di Four Season Hotel, Jakarta, Selasa (24/3/2018). Baca juga: Presiden Minta Izin Dipermudah, Investasi Lancara

 

Fikri melanjutkan, kebijakan perizinan yang berubah-ubah dan berbeda-beda antar wilayah kerap terjadi dalam permasalahan dunia usaha di Indonesia. Kondisi tersebut, menurut Fikri, menyebabkan kebingungan bagi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan bisnisnya di Indonesia.

 

Kondisi tersebut sejalan dengan data World Bank yang menyatakan pendirian kegiatan usaha di Indonesia harus melalui 11 sampai 12 tahapan dengan jangka waktu 24 sampai 29 hari. Pengurusan tersebut dinilai jauh lebih lama dibandingkan negara tetangga lain di Asia Tenggara.

 

Berdasarkan peringkat dalam ease of doing business atau kemudahan berusaha 2016 versi World Bank Group, Indonesia berada pada posisi 109 dari 189 negara yang disurvei. Posisi tersebut mengalami kenaikan 11 peringkat dibandingkan pada survei sebelumnya.

Tags:

Berita Terkait