​​​​​​​Mekanisme Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Oleh: Donke Ridhon Kahfi*)
Kolom

​​​​​​​Mekanisme Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Oleh: Donke Ridhon Kahfi*)

​​​​​​​Khususnya di 12 daerah berdasarkan Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2018.

Bacaan 2 Menit
Donke Ridhon Kahfi. Foto: dok. pribadi
Donke Ridhon Kahfi. Foto: dok. pribadi

Latar Belakang

Permasalahan sampah kota di Indonesia masih harus menempuh jalan terjal untuk diselesaikan. Akan tetapi, penanganan pengelolaan dan pengolahan sampah yang baik merupakan hal yang sudah sangat mendesak mengingat semakin bertambahnya volume sampah setiap hari dengan bertambahnya pertumbuhan penduduk. Dengan demikian penanganan sampah membutuhkan suatu cara yang lebih baik.

 

Saat ini, penanganan sampah pada umumnya hanya meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pembuangan yang kurang memikirkan bagaimana pemrosesan akhir untuk memusnahkan sampah tersebut dengan cara yang lebih efektif, lebih ramah lingkungan dan dapat menghasilkan sesuatu hal yang bermanfaat seperti menghasilkan energi listrik.

 

Sebagai solusi atas pemrosesan akhir persampahan, konsep PLTSa yakni mengolah sampah menjadi sumber energi dan pemanfaatannya untuk menyuplai kebutuhan listrik menjadi salah satu opsi. Akan tetapi, pelaksanaan pembangunan PLTSa membutuhkan dana yang tidak sedikit yang akan sangat sulit didanai oleh APBN/APBD. Untuk itu, diperlukan suatu model bisnis yang tepat dan kebijakan yang dapat mendukung investasi.

 

Dengan demikian, Pemerintah mengeluarkan Perpres 35/2018 untuk melaksanakan percepatan pembangunan PLTSa dengan fokus pada 12 pemerintah daerah yang meliputi Pemprov DKI Jakarta, Pemkot Tangerang, Tangsel, Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Maksasar, Denpasar, Palembang, dan Manado.

 

Isu Fundamental Pembangunan PLTSa

  1. Pemilihan Teknologi

Dalam membangun PLTSa dapat memilih beberapa teknologi yang telah dikenal. Berdasarkan Pasal 33, Permen PU 03/2013 teknologi yang dapat dipilih adalah: 1) Metode Lahan Urug Terkendali, 2) Metode Lahan Urug Saniter dan 3) Teknologi Ramah Lingkungan.

 

Akan tetapi, berdasarkan Buku Panduan Sampah Menjadi Energi yang dikeluarkan oleh ESDM (Buku Panduan WTE), banyak faktor yang perlu dipertimbangkan sebagai penilaian untuk memilih teknologi yang ada. Dengan demikian diperlukan kajian lebih lanjut untuk menilai kesesuaian antara sampah yang ada dan teknologi yang akan dipilih. Perihal pemilihan teknologi dalam Perpres 35/2018 tidak secara eksplisit diatur. Dengan demikian kajian studi kelayakan yang akan menjadi dasar pertimbangan dari pemilihan teknologi PLTSa.

 

  1. Tipping Fee

Berdasarkan Buku Panduan WTE, Tipping Fee adalah kompensasi yang diberikan oleh pemerintah pusat/daerah kepada pihak yang mengelola kegiatan pengelolaan sampah perkotaan. Dasar yang dapat dijadikan acuan untuk memberikan kompensasi diatur dalam UU No. 18/2008 yang menyatakan bahwa pemerintah pusat dan/atau daerah wajib membiayai kegiatan pengelolaan sampah yang berasal dari APBN/APBD.

Tags:

Berita Terkait