Produksi minyak dan gas (migas) nasional saat ini berada dalam tren menurun dalam beberapa tahun terakhir. Penurunan ini merupakan imbas dari anjloknya investasi di sektor tersebut. Lihat saja realisasi investasi pada 2017 sebesar US$ 8 miliar yang merupakan titik terendah investasi dalam tiga tahun terakhir.
Regulasi yang menyulitkan investor disinyalir menjadi salah satu faktor rendahnya investasi hulu migas. Mulai dari perizinan impor barang penunjang produksi hingga pembebasan lahan di tingkat daerah menjadi persoalan yang diminta pelaku usaha segera dibenahi untuk memberi kemudahan investasi sektor hulu migas. Baca juga: Ini 8 Insentif Tambahan untuk Investasi Hulu Migas
Presiden Indonesian Petrolum Association (IPA), Ronald Gunawan menyatakan pembenahan regulasi tersebut mendesak dilakukan untuk menarik investasi hulu migas. Dia khawatir apabila pemerintah tidak membenahi iklim usaha hulu migas, maka Indonesia akan menjadi negara net importir dalam beberapa tahun mendatang.
“Saat ini Indonesia sudah menjadi importir minyak bumi sejak 2002. Dengan terus turunnya produksi migas, maka Indonesia diperkirakan menjadi importir gas pada 2022 mendatang,” kata Ronald saat dijumpai dalam acara The IPA 42nd Convention and Exhibition “Driving Indonesia’s Oil and Gas Global Competitiveness” di JCC Hall, Jakarta, Rabu (2/4/2018).
Ronald melanjutkan investasi hulu migas berpotensi semakin membesar karena lokasi yang akan menjadi sumber migas baru berada di wilayah perbatasan dan laut dalam. Dia berharap pemerintah bertindak cepat dalam upaya menyederhanakan regulasi di sektor hulu migas.
“Untuk mengatasi ketimpangan ini diperlukan investasi besar dalam eksplorasi sumber-sumber migas baru. Saat ini, cadangan migas telah bergeser ke daerah frontier (perbatasan) dan laut dalam, sehingga memerlukan investasi besar dan teknologi tinggi,” kata Ronald.
Salah satu contoh regulasi yang kerap dihadapi investor adalah rumitnya birokrasi dalam perizinan impor baja. Ronald menjelaskan untuk mengimpor baja saja, pelaku usaha memerlukan waktu hingga 2 bulan. Hal tersebut dinilai sangat mengganggu kegiatan operasi karena tingginya ketergantungan bahan tersebut dalam industri hulu migas.