Anulir Putusan MA, Bawas-KY Periksa Hakim PN Meulaboh
Berita

Anulir Putusan MA, Bawas-KY Periksa Hakim PN Meulaboh

Dugaan kejanggalan kasus ini tidak hanya berhenti pada (profesionalisme) hakimnya saja, tetapi juga pada pendalaman terhadap kemungkinan intervensi pihak luar.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kebakaran hutan. Foto: RES
Ilustrasi kebakaran hutan. Foto: RES

Majelis Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) telah menghukum PT Kallista Alam ganti kerugian sebesar Rp366 miliar karena terbukti membakar hutan yang berlokasi di Nagan Raya, Aceh, yang digugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Namun, belakang putusan itu dianulir Pengadilan Negeri Meulaboh, Aceh dengan menyatakan putusan MA belum dapat dieksekusi.

 

Putusan PN Meulaboh ini dinilai berdampak pada tertundanya pemulihan kerusakan lingkungan hidup seluas 1.000 hektare lahan gambut Rawa Tripa, di pesisir wilayah Aceh. Atas dasar itu, dinilai ada kejanggalan dalam putusan PN Meulaboh ini, Koalisi Mafia Hutan melaporkan ke MA.  

 

Badan Pengawasan (Bawas) MA telah menerjunkan tim dan memeriksa sejumlah hakim PN Meulaboh yang telah menganulir putusan PK tersebut. “Iya benar, Bawas MA telah mengirimkan tim hari ini, untuk memeriksa semua laporan yang masuk ke MA,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah saat dihubungi Hukumonline, Selasa (08/05/2018).

 

Abdullah mengatakan jangka waktu pemeriksaan oleh Bawas MA tergantung tingkat kesulitan kasusnya dan jumlah pihak-pihak yang diperiksa. Sebab, pemeriksaan kasus ini tidak hanya memeriksa hakim terlapor, tetapi pelapor terhadap kejanggalan putusan PN Meulaboh ini juga turut diperiksa untuk mendapatkan keterangan secara lengkap.

 

“Saat ini Bawas MA telah memiliki unit reaksi cepat. Namun, target waktu penyelesaian pemeriksaan untuk mendapatkan hasil tergantung tingkat kesulitan persoalannya. Sekarang semua putusan hakim yang menimbulkan dampak negatif atau janggal, Bawas MA pasti langsung turun meski tidak ada laporan dari masyarakat,” kata dia.

 

Sebelumnya, dalam putusan MA No. 1 PK/PDT/2015 tanggal 18 April 2017 menghukum perusahaan harus membayar uang ganti rugi materil sebesar Rp114 miliar ke negara dan membiayai operasi pemulihan lahan gambut sebesar Rp251 milyar.

 

Namun pada April 2018, PN Meulaboh menyatakan eksekusi putusan MA No. 1 PK/PDT/2015 itu tak dapat dilaksanakan sampai ada putusan terhadap gugatan baru. Disinyalir sejak terbitnya putusan PK tersebut, PT Kallista Alam berhasil membujuk PN Meulaboh untuk menunda eksekusi putusan selama tiga kali dengan alasan pengajuan PK tidak beralasan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait