Penggunaan Telepon Dua Arah Saat Berkendara Ganggu Konsentrasi
Berita

Penggunaan Telepon Dua Arah Saat Berkendara Ganggu Konsentrasi

Namun, apabila penggunaan telepon dan fiturnya termasuk (hanya mengaktifkan) GPS sepanjang tidak mempengaruhi kemampuan mengemudi dan tidak menjadi sebab terjadinya pelanggaran atau kecelakaan, tidak dapat dikenakan unsur Pasal 283 UU LLAJ.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Larangan penggunaan telepon selama berkendara seperti diatur Pasal 106 ayat (1) dan Pasal 283 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) bukan ditujukan pada instrumennya, tetapi menimbulkan hilangnya konsentrasi bagi pengendara yang bisa memicu pelanggaran marka jalan atau menyebabkan kecelakaan.

 

Pandangan itu disampaikan Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Dian Puji N. Simatupang selaku ahli yang dihadikan pemerintah dalam sidang lanjutan uji materi UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) terkait larangan penggunaan GPS (global positioning system) saat berkendara di ruang sidang MK, Rabu (11/5/2018).

 

Pasal 106 ayat (1) UU LLAJ menyebutkan, “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.” Penjelasannya menyebutkan “yang dimaksud dengan penuh konsentrasi adalah setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di Kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan Kendaraan.”

 

Pasal 283 UU LLAJ menyebutkan, Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak wajar dan ‘melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan’ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).”

 

Dian menilai rumusan pasal itu menggunakan teori relevansi untuk menentukan dahulu akibat yang terjadi, kemudian ditentukan sebabnya. Hal ini menunjukkan penggunaan telepon dan fiturnya termasuk penggunaan GPS bukan syarat pelanggaran yang dituju dalam UU tersebut, melainkan terganggunya perhatian yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan.

 

Menurut Dian, penekanan utama dari norma a quo terutama frasa “akibat gangguan konsentrasi” sehingga terjadi pelanggaran. Norma tersebut mengatur segala kegiatan lain atau keadaan yang menyebabkan gangguan konsentrasi dalam menggunakan kendaraan, sehingga terjadi pelanggaran merupakan syarat pelanggaran yang dapat memenuhi unsur pidana.

 

Di sisi lain, dia menilai adanya diferensiasi penegak hukum dalam praktik di lapangan, penegak hukum atau pihak yang berwenang dapat menyelidiki gangguan konsentrasi yang terjadi dan bukan pada sebab yang menjadikan gangguan konsentrasi itu terjadi.

Tags:

Berita Terkait