Catatan Pidana Alternatif dalam RKUHP
Berita

Catatan Pidana Alternatif dalam RKUHP

Alternatif pemidanaan dalam RKUHP diharapkan terwujudnya keadilan restoratif (pemulihan keadilan).

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terus mendapat sorotan dari kalangan akademisi. Selain materi muatannya, pidana alternatif pun menjadi sorotan yang mesti dipertimbangkan penerapannya. Sebab, dalam RKUHP memuat sejumlah pidana alternatif terutama pidana pengawasan dan kerja sosial selain pidana dan denda, yang tidak diatur dalam KUHP yang berlaku saat ini.  

 

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Nella Sumika dalam sebuah seminar hukum pekan lalu di Jakarta, mengatakan persoalan pemidanaan tidak dapat dilihat secara parsial, tetapi mesti dilihat secara komprehensif dalam perspektif hukum pidana secara menyeluruh. Mulai dari proses kriminalisasi sampai dengan pelaksanaan jenis hukuman pidana yang dijalankan.

 

Dia menilai secara umum ukuran RKUHP menerapkan pidana didasarkan jumlah ancaman pidana yang dijatuhkan. Misalnya, pidana diatas 5 tahun penjara sebagai tindak pidana berat. Sedangkan, ancaman hukuman pidana di bawah 5 tahun dapat digolongkan sebagai tindak pidana ringan. “Tetapi, pengklasifikasian tindak pidana ini perlu dipikirkan kembali tentang  mekanisme beracara (cepat/biasa) dalam rangka efisiensi dan ujungnya pengurangan beban lembaga pemasyarakatan,” ujarnya.

 

Selain itu, kata dia, pidana bersyarat hakikatnya bentuk pidana alternatif yang ditawarkan RKUHP bagi hakim dalam menjatuhkan putusan. Sebab, pelaksanaan pidana bersyarat, dampaknya dapat mengurangi jumlah terpidana yang “menginap” di sel jeruji besi (rutan/lapas) atau kebijakan mengurangi over kapasitas rutan/lapas. Itu sebabnya pidana penjara dalam RKUHP bukan satu-satunya jenis pemidanaan bagi hakim ketika menjatuhkan hukuman.

 

“RKUHP mengakomodasi melalui model alternatif pemidanaan antara lain dengan memperbanyak pidana denda, pidana pengawasan, dan pidana kerja sosial,” ujarnya. Baca Juga: Tiga Institusi Ini Siap Sambut Pengesahan RKUHP

 

Dia mengakui kebijakan alternatif ini sebagai salah satu solusi mengatasi persoalan over kapasitas rutan/lapas. Namun, solusi mengatasi over kapasitas tidak cukup hanya membuat pidana alternatif, tetapi juga melakukan evaluasi atas kebijakan kriminalisasi yang dilakukan, sehingga dapat memujudkan tujuan yang ingin dicapai dari kriminalisasi perbuatan tersebut.

 

“Apakah masyarakat menjadi lebih terlindungi? Apakah dapat mencegah orang melakukan kejahatan? Apakah ongkos sosial yang ditimbulkan sepadan? Sehingga solusi yang ditawarkan tidak hanya melalui alternatif pemidanaan, melainkan juga upaya dekriminalisasi atau depenalisasi (mengurangi jenis tindak pidana),” usulnya.

Tags:

Berita Terkait