Bolehkah Lembur di Hari Istirahat Mingguan dan/atau Hari Libur Resmi? (Bagian II dari III) Oleh: Umar Kasim*)
Kolom

Bolehkah Lembur di Hari Istirahat Mingguan dan/atau Hari Libur Resmi? (Bagian II dari III) Oleh: Umar Kasim*)

Sambungan dari artikel jilid I. Lembur dilihat pada hari istirahat mingguan.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Umar Kasim
Umar Kasim

Baca Artikel Umar Kasim (Jilid I): Bolehkah Lembur di Hari Istirahat Mingguan dan/atau Hari Libur Resmi?

 

4. Lembur Pada Hari Istirahat Mingguan (Lembur HIM)

Untuk menjawab pertanyaan mengenai boleh tidaknya lembur pada hari istirahat mingguan, berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-102/Men/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur (Kepmenakertrans. No.102/2004) bahwa ketentuan waktu kerja lembur komulatif selama hari kerja maksimum 14 jam dalam seminggu sebagaimana tersebut pada Pasal 78 ayat (1) huruf b UU No.13/2003 (dan telah dijelaskan pada butir 3 huruf b tersebut di atas), tidak termasuk kerja lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau pada hari libur resmi.

 

Ketentuan atau statement dalam Pasal 3 ayat (2) Kepmenakertrans. No.102/2004 tersebut dapat dimaknai, bahwa selain dimungkinlan bekerja lembur (sebagai tambahan waktu kerja) pada hari kerja biasa, juga dapat disepakati kerja lembur pada waktu istirahat mingguan atau pada hari libur resmi. Terlebih dalam Pasal 11 huruf b dan c Kepmenakertrans. No.102/2004 diatur ketentuan mengenai perhitungan besarnya hak upah kerja lembur pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk pola 6:1 (huruf b) dan untuk pola 5:2 (huruf c).

 

Namun ketentuan Pasal 3 ayat (2) jo Pasal 11 khususnya huruf b Kepmenakertrans. No.102/2004 dimaksud yang membolehkan lembur pada hari istirahat mingguan untuk pola WKWI 6:1, tentu bertentangan dengan Artikel 6 Poin 1 Konvensi ILO No. 106/1957 yang mewajibkan pengusaha memberikan hak istirahat mingguan kepada setiap pekerja/buruh sekurang-kurangnya 1 hari atau 1x24 jam.

 

Sementara pada WKWI pola 6:1, hanya ada 1 hari istirahat mingguan, sehingga tidak memungkinkan untuk dapat dipergunakan lagi melaksanakan pekerjaan melalui lembaga lembur dimaksud. Artinya, sesuai Artikel 6 poin 1 Konvensi ILO yang memungkinkan untuk dapat bekerja lembur terkait dengan Pasal 3 ayat (2) Kepmenakertrans. No.102/2004 tersebut, hanya WKWI pola 5:2 saja, karena pada WKWI pola 5:2 dimaksud, terdapat 2 hari istirahat mingguan, sehingga masih ada 1 hari untuk dapat dipergunakan bekerja lembur tanpa abai terhadap ketentuan Artikel 6 poin 1 Konvensi ILO tersebut.

 

Walaupun demikian, Pasal 187 ayat (1) jo Pasal 79 ayat (1) dan (2) UU No.13/2003 mengancam dengan sanksi pidana dan/atau denda bagi barang siapa yang tidak menerapkan ketentuan (kewajiban pemberian) hak istirahat mingguan secara umum, baik pada pola 6:1 maupun pola 5:2, oleh karenanya pelaksanaan lembur pada hari istirahat mingguan sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (2) jo Pasal 11 huruf b dan c Kepmenakertrans. No.102/2004 jelas tidak diperbolehkan dan bahkan diancam dengan sanksi pidana dan/atau denda.

 

Pertanyaannya, kenapa diatur mengenai kemungkinan pelaksanaan lembur pada hari istirahat mingguan sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) jo Pasal 11 buruf b dan c Kepmenakertrans. No.102/2004 tersebut?

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait