Polemik Larangan Mantan Koruptor Nyaleg
Utama

Polemik Larangan Mantan Koruptor Nyaleg

Kalangan parlemen tidak setuju dengan larangan mantan narapidana korupsi menjadi anggota legislatif. Sedangkan, kalangan masyarakat sipil mendukung usulan KPU yang melarang mantan narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, atau pengedar narkoba menjadi anggota legislatif.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung KPU. Foto: RES
Gedung KPU. Foto: RES

Rancangan draf Peraturan Komisi Pemilihan Umum (R-PKPU) terus dibahas antara KPU dengan DPR. Dalam draf tersebut, salah satunya mengatur larangan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak, pengedar narkoba dan korupsi menjadi anggota legislatif. Sejumlah kalangan di parlemen pun mengkritik, mulai pandangan melanggar UU Pemilu hingga potensi melanggar hak konstitusional.

 

Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan semua komisioner KPU mesti menyadari sumpah jabatannya sebagai pejabat negara. Sama halnya, dalam memahami dan melaksanakan ketentuan UU secara menyeluruh, terutama UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

 

“Kalau sudah paham, seharusnya mengamalkan UU Pemilu. Kalau dia mau membuat UU, ya kita ubah dulu UUD 1945. Kalau begitu kita beri hak KPU, salah satu yang berhak mengubah UU, selain DPR juga bisa mengubah KPU. Kalau masyarakat mau. Itu saja simple,” sindir Bambang Soesatyo di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (30/5/2018). Baca Juga: Kalau Jujur, Eks Napi Boleh Menjadi Kepala Daerah

 

Dalam ketentuan UU 7/2017 sudah menjelaskan secara gamblang bahwa mantan narapidana kasus korupsi misalnya, dapat mencalonkan diri menjadi anggota legislatif. Namun, sepanjang telah melewati masa jeda 5 tahun dan mengumumkan dirinya pernah dipenjara selama jangka waktu dan kasus tertentu. Karenanya, PKPU semestinya mengikuti ketentuan UU Pemilu, bukan menafsirkan UU.

 

Seperti diketahui, dalam Pasal 8 draf Rancanga PKPU menyebutkan, “Bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan:…j. bukan Mantan Terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi.”

 

Berbeda dengan Bamsoet, Wakil Ketua MPR Muhaimin Iskandar menilai larangan mantan napi korupsi maju dalam pencalonan anggota legislatif lebih pada tindakan preventif, komitmen dan pakta integritas yakni membebaskan parlemen dari perilaku korupsi. Karena itu, Muhaimin pun mendukung rencana KPU mengatur aturan tersebut.

 

Menurutnya, apabila larangan ini diimplementasikan bukan tidak mungkin bakal adanya pihak yang menguji PKPU tersebut. Namun pijakannya mesti ke UU Pemilu. Misalnya, KUHP sudah mengenal pencabutan hak politik melalui mekanisme pengadilan, khususnya Pasal 10 KUHP.

Halaman Selanjutnya:
Tags: