Hukum Harta Perkawinan yang Berlaku Sesudah Diundangkannya UU Perkawinan (Jilid III)
Kolom Hukum J. Satrio

Hukum Harta Perkawinan yang Berlaku Sesudah Diundangkannya UU Perkawinan (Jilid III)

​​​​​​​Hukum harta perkawinan punya pengaruh terhadap Hukum Jaminan -prinsip tanggung jawab debitur terhadap pihak ketiga- Hukum Kepailitan dan Hukum Waris.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
J. Satrio
J. Satrio

Manfaat Pembahasan

Dari apa yang telah disebutkan di atas kita tahu, bahwa dengan di undangkannya UU Perkawinan masih ada sekian banyak permasalahan yang memerlukan jawaban. Padahal hukum harta perkawinan mempunyai pengaruh yang besar atas harta yang terbentuk dalam suatu keluarga, baik yang terbentuk demi undang-undang maupun atas pilihan suami isteri melalui perjanjian kawin. Di samping itu, hukum harta perkawinan juga menentukan hak kepemilikan (suami dan isteri) atas harta yang terbentuk dalam keluarga tersebut.

 

Sehubungan dengan tanggung jawab seorang debitur terhadap hutang-hutangnya, Pasal 1131 KUH Perdata menetapkan, bahwa:

 

“Segala benda milik debitur, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.

 

Perlu diingat, bahwa istilah “perikatan” ada kalanya -seperti dalam pasal di atas- hanya tertuju kepada kepada segi pasiva dari perikatan saja, dengan perkataan lain dipakai dalam arti “hutang”.[1]

 

Dengan demikian pasal di atas harus dibaca: pada asasnya semua harta benda milik debitur menjadi tanggungan untuk semua kewajiban hutang debitur.

 

Sehubungan dengan itu, maka kreditur -dan juga suami isteri itu sendiri- sangat berkepentingan untuk mengetahui, harta mana saja yang terbentuk dalam keluarganya dan siapa pemilik atas harta tersebut.

 

Dengan demikian hukum harta perkawinan mempunyai kaitan yang erat dengan prinsip tanggung-jawab debitur terhadap perikatan-perikatannya (hutang-hutangnya).

Tags:

Berita Terkait