Penentuan Nasib Eks Narapidana Korupsi dalam Pemilu 2019
Kolom

Penentuan Nasib Eks Narapidana Korupsi dalam Pemilu 2019

​​​​​​​Terdapat dua alternatif untuk mengatur eks narapidana korupsi untuk dipilih atau tidak dipilih sebagai calon legislatif, yakni dengan mengubah UU tentang Pemilu atau mengeluarkan Perppu.

Bacaan 2 Menit
Hendra Kurnia Putra. Foto: dokumen pribadi
Hendra Kurnia Putra. Foto: dokumen pribadi

Pemilihan umum tahun 2019 merupakan pesta demokrasi yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia. Selain karena banyaknya partai politik baru di tingkat nasional sebagai partai politik peserta pemilihan umum tahun 2019, seperti Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda), Partai Berkarya, Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Bulan Bintang (PBB), dan yang terakhir Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), di sisi lain suasana persaingan antara partai politik dalam merebut suara rakyat juga sangat terasa pada akhir-akhir ini.

 

Berbagai isu mulai dimunculkan oleh partai politik. Seperti partai politik terbersih sampai dengan partai politik terkorup, partai politik nasionalis sampai dengan partai politik agamis, dan partai politik zaman old sampai dengan partai politik zaman now.

 

Hal tersebut tentunya sah-sah saja dalam sistem demokrasi kita untuk mendapatkan suara rakyat pada pemilihan umum tahun 2019. Sepanjang partai politik juga bersepakat untuk tidak menggunakan isu suku, agama, dan ras antar golongan dalam pemilihan umum tahun 2019, hanya untuk kepentingan politik sesaat yang akan berdampak pada dis integrasi (perpecahan) bangsa Indonesia.

 

Salah satu mengenai isu partai politik terbersih dan partai politik terkorup akan menjadi komoditas paling menarik dalam masyarakat. Ini dikarenakan “korupsi” merupakan kejahatan yang dianggap cukup serius di Indonesia, lantaran kejahatan “korupsi” dapat membahayakan stabilitas politik dan keamanan negara, membahayakan pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi serta moralitas dalam masyarakat.

 

Oleh karena itu, dapat dipahami jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) menginginkan agar eksnarapidana korupsi tidak dapat dicalonkan sebagai anggota legislatif dalam pemilihan umum tahun 2019 dalam rangka meningkatkan kulitas out put dari para calon anggota legislatif di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).  

 

Pengaturan mengenai eks narapidana korupsi tidak dapat dicalonkan sebagai anggota legislatif harus dilihat dalam berbagai perspektif baik dari segi sosiologis maupun segi normatif. Tujuannya agar pengaturan tersebut memiliki legitimasi secara sosial yang kuat dan legitimasi secara hukum yang konstitusional.

 

Pada aspek sosiologis yang perlu dipertimbangkan adalah mengenai cap sebagai eks narapidana korupsi yang akan terus melekat kepada yang bersangkutan, padahal satu sisi yang bersangkutan telah menjalani proses pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan dan mempunyai kesempatan untuk menjadi pribadi lebih baik.

Tags:

Berita Terkait