Perkawinan Retak, Hak Asuh Anak Diperebutkan
Hukum Perkawinan Kontemporer

Perkawinan Retak, Hak Asuh Anak Diperebutkan

Kata kuncinya adalah ‘kepentingan terbaik si anak’.

Oleh:
Fitri N Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Sebagai advokat, Kamarusdiana masih ingat betul perkara perceraian seorang artis terkenal yang menggugat cerai suaminya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan tahun 2007 silam. Dalam proses perceraian itu, istri meminta kepada majelis hakim untuk memberikan hak asuh anak kepadanya. Sebagai ibu dari anak semata wayang, sang artis merasa lebih berhak mengasuh buah hatinya ketimbang sang suami.

 

Kamarusdiana mengingat majelis hakim akhirnya memberikan hak asuh kepada suami/ayah. Putusan ini menimbulkan perdebatan karena umumnya hak asuh anak diberikan kepada istri atau ibu. Peraih gelar doktor ilmu hukum ini mengatakan majelis hakim mempertimbangkan jaminan keselamatan jasmani dan rohani si anak. Pihak suami berhasil meyakinkan hakim bahwa ibu tak akan bisa memberikan jaminan karena kesibukan dan gaya hidupnya. Hakim melihat kemungkinan pemegang hadhanah tak bisa memberikan jaminan itu pada tahap perkembangan si anak.

 

Apa yang diputuskan hakim dalam kasus itu tak lepas dari rumusan Pasal 156 huruf c Kompilasi Hukum Islam. “Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula”.

 

Jika ada dalil medis yang disampaikan dalam argumentasi di Pengadilan Agama, misalnya masalah bipolar seorang artis, masalah ini bisa saja dapat diperdebatkan (debatable). Artinya, istri tetap bisa memperjuangkan hak asuk atas anaknya. “Pertimbangan majelis hakim mengenai bipolar itu masih bisa diperdebatkan,” kata Kamarusdiana kepada hukumonline.

 

Baca juga:

 

Akademisi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Mesraini menjelaskan bahwa berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, seorang anak boleh memilih untuk tinggal dengan ayah atau ibunya jika sudah berumur 12 tahun ke atas. Tetapi jika belum berumur 12 tahun, maka hak asuh anak jatuh ke tangan ibu. Namun aturan ini bukan tanpa pengecualian. Jika pengasuhan ibu dikhawatirkan akan merugikan si anak, maka hadhanah boleh dialihkan kepada kerabat. Misalnya, kepada nenek dari pihak ibu.

 

Fakta di lapangan menunjukkan  tak selamanya hak asuh anak langsung diberikan kepada kerabat dari ibu jika si ibu tak sanggup menjamin tumbuh kembang anak. Ada banyak kasus dan putusan pengadilan yang menunjukkan hak asuh anak diberikan hakim kepada ayah dari si anak. Menurut Mesraini, seharusnya jika ibu tidak memegang amanah hadhanah, tahap berikutnya adalah kerabat ibu lurus ke atas.

Tags:

Berita Terkait