Terikat Perkawinan Campuran? Pahami Aturan Pokok Pembagian Warisan
Hukum Perkawinan Kontemporer

Terikat Perkawinan Campuran? Pahami Aturan Pokok Pembagian Warisan

Sistem hukum yang mengatur pembagian waris di Indonesia tidak tunggal.

Oleh:
M-27
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasangan yang menikah umumnya mengikrarkan perkawinan yang langgeng hingga kematian  memisahkan mereka.

 

Kematian salah satu pasangan suami istri membawa konsekuensi hukum pada warisan. Muncul status sebagai pewaris dan ahli waris. Menurut Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, kematian merupakan salah satu penyebab putusnya perkawinan. Penyebab lain adalah perceraian atau atas putusan pengadilan.

 

Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan UU No. 24 Tahun 2013 mengenai Administrasi Kependudukan, peristiwa kematian seorang Warga Negara Indonesia seharusnya dicatatkan pada instansi yang berwenang. Pencatatan itu merupakan proses pendokumentasian peristiwa kependudukan, sehingga meninggalnya seseorang menjadi jelas secara hukum.

 

Menurut hukum, ahli waris berhak mendapatkan bagian (porsi) dari harta warisan yang ditinggalkan pewaris. Bagi yang beragama Islam, pembagiannya didasarkan pada hukum Islam; dan bagi mereka yang beragama selain Islam dibagi berdasarkan KUH Perdata. Bagi yang masih tunduk pada hukum adat, berlaku pula pembagian menurut hukum adat mereka. Artinya, sistem hukum yang berlaku dalam pembagian warisan di Indonesia tidak tunggal.

 

Persoalan ini pula yang mendapat perhatian para pelaku perkawinan campuran. Masyarakat Perkawinan Campuran Indonesia (PerCa Indonesia). PerCa telah melaksanakan diskusi di 10 kota membahas masalah waris dan wasiat dalam perkawinan campuran. Diskusi di Jakarta, 9 Mei lalu, misalnya PerCa sengaja menghadirkan notaris Elizabeth Karina Leonita. Masalah ini memang mendapat perhatian PerCa karena anggotanya adalah pelaku perkawinan campuran.

 

Perkawinan lintas negara itu menimbulkan masalah jika sistem hukum pembagian waris pasangan berbeda-beda. Sebut misalnya status kepemilikan harta seorang suami yang berkewarganegaraan asing di Indonesia. Jika suami WNA meninggal dunia, apakah tidak ada persoalan hukum yang timbul saat harta peninggalan suami akan dibagi kepada ahli waris atau dialihkan kepada pihak lain? Bagaimana kalau ternyata suami WNA itu sudah punya isteri dan anak dari perkawinan yang sah di luar negeri? Ada banyak pertanyaan yang bisa diajukan. PerCa memandang aturan waris dan wasiat bagi pelaku perkawinan campuran di Indonesia tidak sesederhana yang dibayangkan.

 

(Baca juga: Aturan Waris dan Wasiat Bagi Pelaku Perkawinan Campuran Relatif Rumit)

 

Masalah waris adalah salah satu isu sensitif dalam keluarga, bahkan sering memicu perpecahan antara anggota keluarga. Karena itu, penting untuk dipahami bagaimana peraturan perundang-undangan Indonesia mengatur pembagian waris. Bagi pasangan yang menikah secara Islam, maka pembagian warisnya didasarkan pada hukum Islam. Negara telah mengakui kehadiran Kompilasi Hukum Islam (KHI), sumber hukum yang antara lain memuat aturan pembagian waris.

Tags:

Berita Terkait