12 Tokoh Minta Aturan Ambang Batas Presiden Dibatalkan
Berita

12 Tokoh Minta Aturan Ambang Batas Presiden Dibatalkan

Karena bertentangan dengan Pasal 6A dan Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES

Sebanyak 12 tokoh masyarakat yang dikuasakan melalui Indrayana Centre for Government Constitution and Society (Integrity) mendaftarkan kembali uji materi Pasal 222  UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait ambang batas pencalonan presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK). Berkas permohonan uji materi tersebut diserahkan ke MK yang diwakili salah satu pemohon, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay.

 

"Tadi sudah menyerahkan dokumen fisik dan bukti-bukti permohonan, sesegera mungkin setelah MK kembali buka setelah libur Lebaran 2018," kata Hadar di Gedung MK Jakarta, Kamis (21/6/2018) seperti dikutip Antara. Baca Juga: Aktivis Pemilu Turut Gugat Ambang Batas Pencalonan Presiden

 

Pasal 222 UU Pemilu menyebutkan “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.”

 

Sebelumnya, permohonan uji materi ini telah didaftarkan ke MK secara daring atau online pada Selasa 13 Juni 2018 lalu. Adapun 12 tokoh yang tercatat sebagai pemohon yakni mantan pimpinan KPK Busyro Muqoddas, mantan Menteri Keuangan M. Chatib Basri, mantan pimpinan KPU Hadar Nafis Gumay, mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto. 

 

Lalu, Direktur PuSaKo Universitas Andalas Feri Amsari, sutradara film Angga Dwimas Sasongko, Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, Direktur Perludem Titi Anggraini, Hasan Yahya (profesional). Dan tiga orang akademisi yakni Faisal Basri, Rocky Gerung, dan Robertus Robert.

 

Hadar mengatakan para pemohon berpendapat Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 6A ayat (5) UUD Tahun 1945 yang hanya mendelegasikan pengaturan tata cara pencalonan presiden terhadap UU di bawahnya. Karena itu, Pasal 222 UU Pemilu seharusnya dihapus atau dibatalkan karena bertentangan dengan Pasal 6A dan Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945.   

 

"Pengaturan delegasi persyaratan capres ada pada Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 dan tidak terkait pengusulan capres oleh parpol, sehingga Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur syarat capres oleh parpol bertentangan dengan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945," kata Hadar.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait