Sjamsul Nursalim Kucurkan Dana BLBI ke Grup Perusahaannya
Utama

Sjamsul Nursalim Kucurkan Dana BLBI ke Grup Perusahaannya

Eks Pejabat BI hanya bisa memastikan pengawas melakukan pekerjaannya dengan baik, namun juga mengakui penyimpangan bisa saja terjadi.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Ilustrasi sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES

Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung menjalani sidang lanjutan dugaan korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.

 

Dalam sidang ini, Penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan dua saksi yaitu Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Iwan Ridwan Prawiranata yang menjabat sebelum Syafruddin, serta Mantan Deputi Bank Indonesia Maulana Ibrahim yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Kepala BPPN.

 

Dari kedua saksi tersebut yang cukup menjadi perhatian yakni keterangan Iwan Ridwan Prawiranata yang pernah menjadi Kepala BPPN. Ia mengaku mengetahui adanya penyelewengan dana BLBI yang dilakukan Sjamsul Nursalim selaku bos BDNI ke rekening grup perusahaannya.

 

“Saya hanya melihat laporan yang bulan Maret sampai Desember itu kalau tidak salah, ada pemberian ke grupnya sendiri," ungkap Iwan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (21/6/2018). Baca Juga: Alasan Hakim Tolak Eksepsi Syafruddin

 

Penuntut umum KPK memperjelas penyimpangan yang diduga dilakukan Sjamsul. Seperti melakukan penempatan baru dengan menambah saldo debet, melakukan pembayaran dana talangan kepada kreditur untuk memenuhi kewajiban nasabah grup terkait, pemberian kredit rupiah kepada grup terkait yang dananya digunakan untuk transaksi di pasar bank antar bank.

 

Mendengar penjelasan itu, Iwan membenarkannya. "Dari laporan pengawas bank ada," jawab Iwan.

 

Perusahaan milik Sjamsul, BDNI diketahui menerima kucuran dana sebesar Rp 37 triliun yang terdiri dari fasilitas surat berharga pasar uang khusus, fasilitas saldo debet dan dana talangan valas. Selain itu, BDNI disebut menerima BLBI sebesar Rp 5,4 triliun dalam periode setelah 29 Januari 1999 sampai dengan 30 Juni 2001 berupa saldo debet dan bunga fasilitas saldo debet.

 

Namun kemudian BDNI melakukan penyimpangan dalam penggunaan dana puluhan triliun tersebut. BPPN kemudian menetapkan BDNI sebagai bank yang melakukan pelanggaran hukum. Sehingga BDNI diwajibkan mengikuti Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) dengan pola perjanjian Master Settlement Aqcusition Agreement (MSAA).

Tags:

Berita Terkait