Gugatan Ambang Batas Demi Mencari Capres Alternatif
Utama

Gugatan Ambang Batas Demi Mencari Capres Alternatif

MK diminta segera mencabut ketentuan ambang batas pencalonan presiden sebelum masa pendaftaran capres pada 4-10 Agustus 2018.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Selama ini hanya ada dua kandidat pasangan calon presiden (capres) yang memiliki “tiket” untuk maju sebagai capres yaitu Joko Widodo (incumbent) dan Prabowo Subianto yang dipastikan memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden seperti ditentukan Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Namun, belakangan capres-capres lain bermunculan seiring mendekati masa pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan umum (Pemilu) 2019 pada 4-10 Agustus 2018 mendatang.

 

Hanya saja, kandidat capres lain tersebut belum ada yang benar-benar pasti bakal maju sebagai capres-cawapres dalam Pemilu 2019. Pasalnya, belum ada partai politik (parpol) atau gabungan parpol yang pasti mengusung mereka lantaran terbentur syarat ambang batas (presidential threshold) yang dinilai cukup berat. Belum lagi, parpol baru yang telah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2019 tidak berhak mengusung capres-cawapres.     

 

Alhasil, aturan ambang batas pencalonan presiden dalam Pasal 222 UU Pemilu kembali dipersoalkan oleh sejumlah tokoh masyarakat melalui judicial review ke MK. Ada 12 pemohon yang mengkuasakan kepada Prof Denny Indrayana Dkk melalui Kantor Indrayana Centre for Government Constitution and Society (Integrity) telah resmi mendaftarkan pengujian pasal tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (21/6/2018) kemarin.  

 

Ke-12 pemohon yang dimaksud yakni M. Busyro Muqoddas (Mantan Ketua KPK), M Chatib Basri (Mantan Menteri Keuangan), Faisal Basri (Dosen FE UI), Hadar Nafis Gumay (Mantan Komisioner KPU), Bambang Widjojanto (Mantan Pimpinan KPK), Rocky Gerung (Dosen), Robertus Robert (Dosen), Feri Amsari (Dosen Universitas Andalas), Angga D Sasongko (Karyawan Swasta), Hasan Yahya (Karyawan Swasta), Dahnil A Simanjuntak (Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah), dan Titi Anggraini (Direktur Perludem). Baca Juga: 12 Tokoh Minta Aturan Ambang Batas Presiden Dibatalkan

 

Pasal 222 UU Pemilu ini mensyaratkan ambang batas pasangan capres-cawapres sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari total suara sah hasil Pemilu 2014 bagi parpol atau gabungan parpol yang mengusungnya. Karenanya, aturan ambang batas pencalonan presiden ini dinilainya melanggar hak konstitusional warga negara karena seolah menutup kesempatan capres alternatif lain yang selama ini bermunculan.

 

Atas dasar itu, salah satu pemohon, Hadar Nafis Gumay meminta MK agar membatalkan atau menghapus norma Pasal 222 UU Pemilu karena bertentangan dengan konstitusi. Menurutnya, norma Pasal 222 yang mencantumkan syarat pencapresan, bertentangan dengan Pasal 6A ayat (5) UUD 1945 yang hanya mendelegasikan pengaturan tata cara pemilihan calon presiden.  

 

Hadar menjelaskan adanya syarat ambang batas pencalonan presiden itu menyebabkan parpol dan koalisi parpol kesulitan mencalonkan nama calon presiden (selain Jokowi dan Prabowo). Terlebih, bagi parpol-parpol baru yang bukan peserta Pemilu 2014, tidak dapat mengusung nama pasangan calon presiden sesuai pilihannya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait