Pantau Hal Krusial dalam Tahapan Rekapitulasi Pilkada 2018
Berita

Pantau Hal Krusial dalam Tahapan Rekapitulasi Pilkada 2018

Selain membuang dan mengubah hasil pehitungan suara. Hal krusial lain yang mungkin terjadi terhadap hasil penghitungan suara pada tahapan rekapitulasi adalah sabotase hasil penghitungan suara.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Pantau Hal Krusial dalam Tahapan Rekapitulasi Pilkada 2018
Hukumonline

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018 saat ini telah memasuki tahapan rekapitulasi. Berdasarkan jadwal yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), tahap rekapitulasi berlangsung sehari setelah pemungutan suara, Kamis (28/6) hingga Senin (9/7). Untuk menghindari terjadinya kecurangan atau manipulasi, masyarakat perlu memahami apa saja hal krusial yang mesti diperhatikan sepanjang tahapan rekapitulasi hasil penghitungan suara berlangsung. 

 

Biasanya area kritis yang rentan terjadi kecurangan adalah saat bergeraknya kotak suara dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) dipindahkan menuju ke tempat penghitungan di tingkatan yang lebih tinggi. Misalnya, dari TPS menuju ke Kantor Kelurahan/Kecamatan, selanjutnya ketika menuju ke Kabupaten.

 

“Ketika pergerakan kotak suara itu mulailah ruang-ruang kecurangan itu terbuka,” ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, kepada Hukumonline, Rabu (27/6/2018). (Baca Juga: Sanksi Administrasi Tak Menggugurkan Sanksi Pidana dalam Pilkada)

 

Kecurangan yang terjadi terhadap hasil pengitungan suara di TPS bisa dalam berbagai bentuk. Biasanya dengan jalan merusak hasil penghitungan suara yang tertulis di berita acara penghitungan suara di TPS. “Bisa merusak dengan menghilangkan, mengubah, mengganti, menambah. Nah itu cara-cara yang dilakukan untuk merusak hasil penghitungan suara di TPS,” ujar Titi.

 

Dalam beberapa kasus, upaya menghilangkan hasil penghitungan suara dari TPS tersebut dilakukan dengan membuang ke laut. Hal ini pernah terjadi terhadap hasil penghitungan suara pada Pilkada di salah satu daerah di Maluku. Sementara untuk hasil yang berubah akibat adanya penambahan ataupun pengurangan jumlah suara, Titi menilai hal ini bisa terjadi apabila ada kerja sama dengan oknum petugas yang ada di lapangan.

 

“Karena itu penting bagi pemilih untuk mengawasi prosesnya, sehingga tidak ada ruang penyimpangan yang dilakukan oknum penyelenggara atau oknum pendukung pasangan calon. Di sini terjadi praktik politik uang dengan menyuap penyelenggara untuk mengubah hasil.”

 

Anggota Badan Pengawas Pemilu, Fritz Edward Siregar menyebutkan, tingkat kerawanan yang paling tinggi adalah saat hasil penghitungan suara berpindah dari TPS ke Kecamatan. “Angka itu paling banyak berubah dari TPS ke PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), harusnya suara yang di TPS itu sama dengan yang direkapitulasi di Kecamatan,” ujar Fritz kepada Hukumonline, Kamis (28/6/2018).

Tags:

Berita Terkait