Beragam Temuan Lembaga Pemantau pada Pilkada Serentak 2018
Berita

Beragam Temuan Lembaga Pemantau pada Pilkada Serentak 2018

Diduga ada mantan terpidana korupsi yang memalsukan syarat.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS

Dalam rangka menjalankan amanat Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentangPemilu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), memberikan sertifikat kepada Lembaga Pemantau Pemilu yang telah melakukan pemantauan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 dan akan turut serta terlibat dalam proses pemantauan pada Pemilu Presiden dan anggota DPR, DPD, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada 2019.

Dengan penyerahan sertifikat tersebut, sejumlah Lembaga Pemantau Pemilu telah teregistrasi dan memperoleh izin dari bawaslu untuk melakukan pemantauan terhadap Pemilu 2019 di sejumlah wilayah yang termasuk cakupan pemantauannya. Dalam kesempatan tersebut, Ketua Bawaslu, Abhan, mengakui pentingnya tugas lembaga pemantau dalam melakukan pemantauan terhadap setiap tahapan pelaksanaan Pemilu.

“Khusus pilkada, kasus Pilkada kita Makassar contoh pentingnya keberadaan pemantau. Keberadaan pemantau sangat penting,” ujarAbhan, Rabu (11/7), di Kantor Bawaslu.

Abhan memprediksi, dalam Pemilu 2019 mendatang, tingkat kompleksitas persoalan akan meningkat ketimbang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014. Hal ini disebabkan oleh pelaksanaannya berbarengan dengan pemilihan anggota legislatif. Untuk itu peran lembaga pemantau akan sangat membantu mengawal persoalan teknis yang ada di lapangan. Salah satu persoalan teknis yang mendapat perhatian dari Bawaslu adalah terkait tingginya angka Daftar Pemilih Tetap Perubahan (DPTB). “Artinya pemutahiran data pemilu oleh KPU belum maksimal,” ujarnya.

(Baca juga: Beda Tafsir Regulasi Pilkada Tantangan Bagi Penyelenggara dan Pengawas).

Hal senada disampaikan Sunanto, Pematau dari Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengatakan, salah satu fokus pemantauan yang dilakukan oleh JPPR selama Pilkada serentak 2018 adalah terkait model data pemilih yang berkelanjutan. Menurut Sunanto, data pemilih yang terus berubah pada setiapPemilu menuntut adanya model penanganan yang efektif. 

Selainitu, JPPR juga dalam melakukan pemantaun selama Pilkada serentak 2018, menitikberatkan pada pemantauan terhadap aktivitas media sosial. Banyak di temukan praktik kampanye hitam di media sosial yang harus menjadi perhatian serius semua pihak. Salah satu yang menarik dari temuan JPPR adalah, mengenai dana kampanye. Menurut Sunanto, prosedur admnistrasi yang rumit dalam proses pelaporan dana kampanye lebih mendapat perhatian ketimbang kebenaran jumlah penggunaan dana tersebut. “Harusnya tidak ada pemalsuan,” tegas Sunanto.

Masih terkait dana kampanye, Yusuf dari lembaga pemantau Pijar Keadilan menyebutkan, salah satu bentuk pelanggaran yang memiliki tingkat intensitas yang cukup tinggi adalah soal dana kampanye. Ia menyayangkan, tidak adanya data dan informasi yang dimiliki baik oleh Bawaslu. “Pengeluaran dana kampanye Paslon tidak ada Bawaslu yang tahu. Yang tahuhanya KPU”.

Tags:

Berita Terkait