Ini Poin-Poin Perubahan dalam RUU BUMN
Berita

Ini Poin-Poin Perubahan dalam RUU BUMN

Hal terpenting jadi sorotan mekanisme seleksi calon direksi dan komisaris BUMN yang disepakati tidak dilakukan DPR agar jauh dari kepentingan politik. Diusulkan proses seleksi tetap di Kementerian BUMN dengan membentuk tim independen agar lebih transparan dan akuntabel.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Badan Legislasi (Baleg) DPR terus merampungkan penyusunan dan pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Draf yang diusulkan dan dibuat oleh Komisi VI DPR sudah nyaris rampung. Ada sejumlah poin penting yang mesti mendapat perhatian. Sebab, revisi UU BUMN ini berdampak terhadap penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).  

 

Pernyataan ini disampaikan Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman Andi Agtas dalam sebuah diskusi bertajuk“RUU BUMN, Mencegah BUMN jadi ATM Jelang Pemilu 2019” di Komplek Gedung DPR, Selasa (17/7/2018). “Sejumlah poin penting dalam RUU harus mendapat perhatian,” kata Supratman.

 

Supratman menguraikan poin-poin penting dalam RUU BUMN. Pertama, terkait pengangkatan direksi BUMN mesti melalui uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Pengaturan ini menjadi berbahaya. Sebab, DPR dapat melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon direksi di ratusan BUMN yang tersebar di seluruh Indonesia.

 

“Itu implikasinya bisa berbahaya. Bayangkan kalau BUMN itu bisa dipolitisasi oleh segelintir orang oleh parpol dalam rangka untuk menentukan siapa yang akan duduk di direksi,” ujarnya. 

 

Dalam rapat Baleg pasal tersebut disepakati tidak masuk dalam draf RUU perbaikan. Sebaliknya, usulan perumusan seleksi calon direksi menjadi kewenangan pemerintah. Menurut Supratman, dengan mengubah pasal tersebut, diharapkan BUMN diisi oleh direksi-direksi profesional melalui mekanisme seleksi yang jauh dari kepentingan politik.

 

Kedua, terkait syarat-syarat pengangkatan direksi. Menurutnya, jabatan direksi dan komisaris selama ini banyak dijabat oleh pejabat birokrat eselon satu di pemerintahan, sehingga terjadi rangkap jabatan. Sementara dalam draf RUU BUMN melarang adanya rangkap jabatan dalam rangka menghindari terjadinya “bancakan” (konflik kepentingan) oleh oknum pemerintah apalagi anggota DPR.

 

“Ini isu menarik menurut saya yang paling penting,” kata dia. Baca Juga: RUU BUMN Diharapkan Memperkuat-Membuat Direksi Fleksibel

Tags:

Berita Terkait