Ini Pasal ‘Ambigu’ dalam UU Narkotika
Berita

Ini Pasal ‘Ambigu’ dalam UU Narkotika

Pemerintah dan DPR mesti memberi penegasan dalam membedakan antara pengedar atau bandar dengan penyalah guna. Selain itu, penegak hukum diminta lebih mengedepankan rehabilitasi terhadap penyalah guna narkotika ketimbang penjatuhan pidana.

Oleh:
M. Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Para pembicara dalam acara penyampaian Komentar Tertulis sebagai Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) terhadap perkara Nomor PDM-268/JKT.SL/04/2018 atas nama Irwan Susetyo alias Tyo Pakusadewo bin Setiono di Jakarta, Selasa (17/7). Foto: MJR
Para pembicara dalam acara penyampaian Komentar Tertulis sebagai Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) terhadap perkara Nomor PDM-268/JKT.SL/04/2018 atas nama Irwan Susetyo alias Tyo Pakusadewo bin Setiono di Jakarta, Selasa (17/7). Foto: MJR

Semakin tingginya peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Indonesia menjadi alasan berbagai pihak mendesak pemerintah dan DPR untuk segera merampungkan Revisi Undang Undang (RUU) No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Revisi tersebut diperlukan karena payung hukum yang berlaku saat ini belum mampu menekan peredaran barang “haram” tersebut.

 

Kepala Bidang Studi Hukum Pidana Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Miko Ginting mengatakan salah satu poin yang perlu direvisi yakni Pasal 112 UU Narkotika. Menurutnya, pemerintah dan DPR perlu menjelaskan lebih rinci dalam pasal tersebut.  Sebab, pasal tersebut tidak membedakan antara penyalah guna dengan pengedar atau bandar narkotika.

 

Faktanya, penegak hukum seringkali menggunakan pasal tersebut untuk menjerat penyalah guna narkotika. Padahal, menurut Miko, seharusnya pasal tersebut hanya berlaku bagi pengedar atau bandar narkotika. Sebab, Pasal 112 UU Narkotika memuat frasa “memiliki, menyimpan, menguasai” narkotika. Karenanya, penyalah guna narkotika lebih tepat dijerat dengan Pasal 127 UU Narkotika.  

 

“Keberadaan unsur ‘memiliki, menyimpan, menguasai’ penyalah guna akan mudah dijerat pidana penjara. Sebab, secara otomatis penyalah guna pasti memiliki, menyimpan atau menguasai narkotika. Meski unsur delik itu tidak memuat unsur mens area yaitu tujuan atau maksud jahat dari kepemilikan narkotika tersebut,” kata Miko saat dijumpai dalam acara jumpa pers penyampaian Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) terhadap perkara Irwan Susetyo alias Tyo Pakusadewo di Jakarta, Selasa (17/7/2018).

 

Selengkapnya, Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika menyebutkan setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800 juta dan paling banyak Rp 8 miliar.

 

Sedangkan, Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika menyebutkan setiap orang penyalah guna narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Kemudian, pengguna narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun. Terakhir, pengguna narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun.

 

Kemudian, Pasal 127 ayat (3) UU Narkotika menyebutkan jika penyalah guna narkoba terbukti hanya menjadi korban, maka individu terkait wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sesuai isi dari undang-undang tersebut. Baca Juga: Tok! 50 RUU Prolegnas 2018 Resmi Ditetapkan, Ini Daftarnya

Tags:

Berita Terkait