KPH, Ujung Tombak Pengelolaan Hutan di Indonesia
Berita

KPH, Ujung Tombak Pengelolaan Hutan di Indonesia

Tujuannya agar pengelolaan hutan bisa lebih produktif, efisien, lestari dan menyejahterakan masyarakat sekitar hutan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi hutan. Foto: MYS
Ilustrasi hutan. Foto: MYS

Pengelolaan hutan di Indonesia bisa dibilang jauh dari harapan karena masih terancam oleh deforestasi dan degradasi hutan. Pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan untuk membenahi pengelolaan sektor kehutanan, salah satunya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Direktur KPH Produksi (KPHP) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Drasospolino, mengatakan KPH merupakan amanat Pasal 17 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Berdasarkan UU Kehutanan menjelaskan yang dimaksud unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai pokok dan peruntukannya, dikelola secara efisien dan lestari, antara lain KPH Lindung (KPHL), KPHP, KPH Konservasi (KPHK), KPH Kemasyarakatan (KPHKM), KPH Adat (KPHA), dan Kesatuan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (KPDAS).

Pria yang disapaIno itu menjelaskan KPH merupakan ujung tombak pengelolaan hutan di Indonesia, sebagai unit terkecil dalam pengelolaan hutan. “Tujuan KPH itu agar pengelolaan hutan dapat lebih produktif, efisien, dan lestari,” katanya dalam diskusi di Jakarta, Kamis (23/7).

(Baca juga: Ada Kendala dalam Pelaksanaan Perhutanan Sosial).

Menurut Ino peran KPH sangat penting untuk mendorong tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya yang bertempat tinggal di sekitar hutan. Tak sekadar itu, KPH berperan juga memfasilitasi penyelesaian konflik terkait kehutanan di wilayahnya. Selain itu melalui perhutanan sosial, KPH bisa mengelola hutan bersama masyarakat.

Ino menjelaskan KPH mulai berjalan sejak 2015, tantangan yang dihadapi sangat besar dan harapan berbagai pihak terhadap keberhasilan KPH juga tinggi. Belum optimalnya pelaksanaan KPH disebabkan sejumlah hal seperti kapasitas, SDM, sarana dan prasarana pendukung yang belum memadai. Sampai sekarang tercatat ada 309 unit KPHP di 28 provinsi.

Ino menjelaskan ada beberapa KPH yang sudah berjalan dengan baik seperti KPHP Yogyakarta, dari pengelolaan hutan yang dilakukan mampu menghasilkan 44 ribu liter minyak kayu putih per tahun. Pendapatan KPHP Yogyakarta dari hasil produksi minyak kayu putih mencapai Rp8,4 miliar setiap tahun. Ada juga KPHP Boalemo yang  menghasilkan produk berupa getah damar, rotan, aren, jernang, sutera dan bioetanol. Pendapatan yang diraih setiap tahun mencapai Rp55 juta.

Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi, Kebijakan dan PerubahanIklim (P3SEKPI), Sulistya Ekawati, menyoroti pelaksanaan KPH setelah terbit UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Menurutnya kelembagaan KPH menjadi terlalu besar setelah terbit UU Pemerintah Daerah karena ada beberapa KPH yang dilebur. Padahal secara filosofi KPH merupakan unit terkecil pengelolaan hutan di tingkat tapak. Pendanaan juga terbatas pada APBD.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait