Masyarakat Berharap KPU Buka Akses Informasi Caleg
Berita

Masyarakat Berharap KPU Buka Akses Informasi Caleg

Temuan sementara: ada 199 bakal calon anggota legislatif yang berstatus terpidana kasus korupsi. Tersebar di 11 provinsi, 93 kabupaten dan 12 kota.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS

Sistem informasi calon (Silon) yang dimiliki oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendapat sorotan. Bagaimana tidak? Silon yang berisi data dan informasi calon anggota legislatif yang telah didaftarkan partai politik peserta Pemilihan Umum (Pemilu) hanya bisa diakses oleh pemilik username dan password sistem informasi perseorangan perserta Pemilu. Hal ini berakibat pada proses pemberian masukan dan tanggapan masyarakat terhadap calon anggota legislatif yang didaftarkan parpol tidak maksimal.

Demikian terangkum dalam Forum Konsolidasi untuk Pemilih Berdaulat yang berisikan para pegiat Pemilu yang berasal dari sejumlah lembaga maupun perseorangan. Sekertaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta mendesak KPU untuk membuka akses Silon agar masyarakat bisa memperoleh informasi caleg yang telah mendaftar dan memudahkan proses pemberian masukan dan tanggapan.

Jika Daftar Pemilih Tetap (DPT) begitu gamblang bisa diperoleh masyarakat sebagai bagian dari upaya penyelenggara memenuhi hak politik masyarakat, maka atas dasar yang sama pula, informasi terkait caleg merupakan hak masyarakat sehingga harusnya bisa diakses dengan mudah. “ Kalau DPT begitu terbuka, harusnya info calon pun terbuka. Harusnya dari sekarang Silon bisa dibuka,” ujar Kaka, Rabu (25/7), di Media Center Bawaslu.

(Baca juga: Advokat Nyaleg, Ada Wajah Baru dalam Daftar Calon Legislatif).

Senada, pengamat pemilu Jeirry Sumampow mengatakan Silon merupakan salah satu cara yang efektif bagi masyarakat untuk mengetahui lebih jauh terkait data dan informasi caleg yang telah didaftarkan partai politik peserta Pemilu. Dengan situasi yang ada saat ini, kedaulatan pemilik suara yang akan memilih belum benar-benar terwujud. “Kita belum merasakan kedaulatan pemilih secara penuh. Bahkan kita merasa KPU sebagai penyelenggara belum maksimal memberikan kepentingan pemilih lewat informasi calon yang tidak bisa diakses,”  terang Jeirry.

Jeirry menilai, karakter pemilih Indonesia masih sangat rentan dengan praktik penyimpangan oknum caleg yang menggunakan cara-cara melanggar hukum agar bisa terpilih. Praktik politik uang menyasar masyarakat pemilih karena proses pendidikan politik terhadap masyarakat dirasa belum maksimal. Untuk itu, Silon sebagai salah satu instrumen yang memberikan informasi terkait caleg dipandang sangat penting.

Selain itu, keterbatasa akses publik terhadap Silon membuat masyarakat tidak mengetahui perkembangan keluar masuk caleg yang didaftarkan atau diganti partai politik. Bahkan yang lebih disayangkan, ada caleg terdaftar yang tidak tahu telah terjadi perpindahan daerah pemilihan yang bersangkutan karena keputusan partai yang terlambat diinformasikan ke caleg tersebut. “Harusnya calon itu tidak seenaknya diganti parpol. Hal ini malah terjadi karena pemantauan kita tidak bisa maksimal akibat silon yang tidak bisa diakses semua pihak,” ujar Jeirry.

Anggota Forum Konsolidasi, Totok Sugiarto, mengimbau agar parpol peserta pemilu memprioritaskan kepentingan publik dalam mengajukan daftar calon pada Pemilu 2019. Parpol harus melindungi hak publik dari caleg yang tidak berintegritas yang berpotensi melanggar kepercayaan pemilih dalam melaksanakan fungsi representasi di lembaga perwakilan.

Tags:

Berita Terkait