Pengesahan RUU PNBP Jadi UU Diwarnai Minderheidsnota
Berita

Pengesahan RUU PNBP Jadi UU Diwarnai Minderheidsnota

Antara lain meminta agar dihilangkan frasa ‘kontrak’ dalam Pasal 7 ayat (3) dan adanya jaminan layanan dasar umum bagi masyarakat miskin atau tidak mampu dikenakan tarif 0%.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Rapat Paripurna DPR. Foto: RES
Rapat Paripurna DPR. Foto: RES

Ketukan palu sidang pimpinan rapat paripurna oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon berbunyi sebagai tanda disetujuinya Revisi UU No. 20 Tahun 1997 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) menjadi UU di gedung DPR di Jakarta, Kamis (26/7). Namun, pengesahan RUU PNBP tersebut UU diwarnai minderheidsnota (catatan keberatan) dari fraksi PKS.

 

Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi XI Achmad Hafisz Tohir. Ia mengatakan, saat rapat penyampaian pendapat akhir mini yang disampaikan pemerintah, terdapat dua fraksi yakni Gerindra dan Hanura yang tak hadir. Namun, kedua fraksi tersebut tetap menyetujui RUU PNBP menjadi UU. Fraksi lainnya yang setuju adalah PDIP, Golkar, PPP, PKB dan Nasdem.

 

Sedangkan fraksi PKS memberikan minderheidsnota meski pada akhirnya menerima RUU tersebut menjadi UU. Catatan yang disampaikan PKS terkait substansi Pasal 7 ayat (3) RUU PNBP yang berbunyi, “Tarik atas jenis PNBP yang berasal dari pemanfaatan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan UU, kontrak dan/atau peraturan pemerintah”. Dalam pasal tersebut, PKS meminta agar frasa ‘kontrak’ dihilangkan.

 

“Fraksi PKS menolak adanya frasa ‘kontrak’ pada pasal 7 ayat (3),” ujar Hafisz.

 

Kemudian, fraksi PKS pun meminta agar dalam ketentuan peralihan ditambahkan ‘kontrak-kontrak yang ada saat ini dan sudah berjalan, masih berlaku sampai berakhirnya kontrak tersebut’. Tak hanya itu, pada Pasal 72 yang menyebutkan, “Peraturan pelaksanaan undang-undang ini harus ditetapkan paling lama 3  tahun terhitung sejak UU ini diundangkan”, fraksi PKS meminta waktunya dimajukan menjadi dua tahun.

 

Dalam kesempatan tersebut, fraksi PKS juga meminta agar terdapat jaminan bahwa layanan dasar umum bagi masyarakat miskin atau tidak mampu dikenakan tarif 0%. Meski terdapat sejumlah catatan tersebut, pada akhirnya Komisi XI tetap membawa RUU ke rapat paripurna hingga disahkan menjadi UU.

 

Di tempat yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani berpandangan, pengesahan RUU ini dapat menjadi alat dalam mewujudukan perbaikan kesejahteraan rakyat. Menurutnya, penyempurnaan tata kelola yang tertuang dalam RUU PNBP ditujukan agar terwujudnya pelayanan pemerintah yang bersih, profesional, transparan dan akuntabel. Begitu pula ujungnya mendukung tata kelola pemerintahan yang baik secara menyeluruh.

 

Sri Mulyani menguraikan, pokok-pokok penyempurnaan RUU PNBP yang telah disahkan menjadi UU. Pertama, penyempurnaan definisi dan ruang lingkup PNBP. Kedua, pengelompokan objek PNBP menjadi 6 klaster, yakni pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, dan hak negara lainnya.

Tags:

Berita Terkait