Pancasila Wajibkan Agama Menjadi Sumber Hukum Nasional
Utama

Pancasila Wajibkan Agama Menjadi Sumber Hukum Nasional

Posisi agama vis-à-vis Pancasila sudah pernah dibahas 50 tahun lalu dalam Seminar Hukum Nasional tentang cara-cara menegakkan hukum berdasarkan demokrasi Pancasila.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Mahfud MD Dewan Pengarah BPIP, Irwan Prayitno Gubernur Sumatra Barat dan Sudjito Pusat Studi Pancasila UGM saat menjadi pembicara yang dimoderatori Bivitri Susanti di acara talkshow dalam pembukaan Simposium Nasional dengan mengangkat tema Institusionalisasi Pancasila Dalam Pembentukan dan Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan, Jakarta (30/7). Foto: RES
Mahfud MD Dewan Pengarah BPIP, Irwan Prayitno Gubernur Sumatra Barat dan Sudjito Pusat Studi Pancasila UGM saat menjadi pembicara yang dimoderatori Bivitri Susanti di acara talkshow dalam pembukaan Simposium Nasional dengan mengangkat tema Institusionalisasi Pancasila Dalam Pembentukan dan Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan, Jakarta (30/7). Foto: RES

Ketua Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada, Prof. Sudjito menegaskan bahwa semua peraturan perundang-undangan harus sarat dengan nilai-nilai agama. Hal ini disampaikannya kepada hukumonline usai sesi diskusi panel Simposium Nasional “Institusionalisasi Pancasila dalam Pembentukan dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan”, Senin (30/7) di Jakarta.

 

Meskipun sudah menjadi fondasi bernegara sejak awal didirikan, rupanya masih banyak pertanyaan tentang Pancasila bagi banyak kalangan anak bangsa termasuk para ahli hukum. Belakangan Presiden Joko Widodo bahkan membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) yang ditingkatkan statusnya menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

 

Dalam simposium nasional kali ini Badan Keahlian DPR RI menggandeng BPIP untuk merumuskan institusionalisasi Pancasila dalam pembentukan dan evaluasi peraturan perundang-undangan. Salah satu pertanyaan yang mencuat dalam diskusi adalah bagaimana posisi agama vis-à-vis Pancasila dalam pembentukan hukum nasional?

 

“Justru itu harus, itu wajib, karena negara Pancasila ada nilai-nilai Ketuhanan, ada sila Ketuhanan Yang Maha Esa, berarti semua peraturan perundang-undangan harus sarat dengan nilai-nilai religius,” jawab Prof. Sudjito saat hukumonline mengajukan pertanyaan tersebut kepadanya usai acara.

 

Masuknya agama sebagai sumber hukum nasional, menurutnya, sebagai konsekuensi kesepakatan sila Ketuhanaan Yang Maha Esa. Sehingga dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus selalu memuat nilai-nilai agama. Dalam hal ini maksudnya nilai-nilai universal yang dikenal oleh semua agama di Indonesia. Sedangkan perkara spesifik yang beragam dalam masing-masing agama tetap menjadi wilayah privat untuk bebas dijalankan tanpa dituangkan sebagai hukum nasional bagi semua warga negara.

 

“Agama yang manapun memiliki nilai dasar yang sama, itulah yang kemudian kita pertemukan lah, tapi kalau hal-hal spesifik silakan berbeda, jangan diuniversalkan, menghargai perbedaan,” kata Guru Besar Hukum Agraria UGM ini menjelaskan.

 

Prof. Moh. Mahfud MD, anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengutarakan hal yang tak jauh berbeda. Prof. Mahfud menyebutnya sebagai pendekatan eklektik. Berbagai nilai agama yang universal dipilih untuk dirumuskan dalam teks peraturan perundang-undangan.

Tags:

Berita Terkait