Abaikan Detail Perjanjian, Indonesia Sering ‘Terjebak’ Asing dalam Perancangan Kontrak
Utama

Abaikan Detail Perjanjian, Indonesia Sering ‘Terjebak’ Asing dalam Perancangan Kontrak

Orang Indonesia harus mampu memproteksi diri dari jebakan-jebakan yang ditujukan karena bagi pihak asing membuat jebakan itu penting untuk melindungi klien mereka.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Acara launching dan peresmian Perkumpulan Perancang dan Ahli Hukum Kontrak Indonesia (PAHKI), pada Selasa (31/7). Foto: HMQ
Acara launching dan peresmian Perkumpulan Perancang dan Ahli Hukum Kontrak Indonesia (PAHKI), pada Selasa (31/7). Foto: HMQ

Menjadi seorang sarjana hukum ternyata bukanlah garansi kualitas seseorang mampu merancang suatu kontrak secara mendetail dan bebas dari risiko hukum. Sebaliknya, seseorang berlatar belakang non-hukum yang sudah lama bergelut dalam suatu bidang bisnis seperti konstruksi atau perbankan dan sebagainya, terkadang justru lebih memahami detail permasalahan dan risiko yang harus ia lindungi dalam bidang bisnis yang ia geluti.

 

Yang kemudian menjadi persoalan, orang non-hukum seringkali belum mampu memahami dan menyelaraskan pembuatan kontrak dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Sebaliknya, orang hukum membutuhkan pemahaman yang lebih komprehensif soal spesifikasi bidang tertentu dan risiko yang dikandung bidang tersebut.

 

Ahli Hukum Kontrak Hikmahanto Juwana, dalam acara launching dan peresmian Perkumpulan Perancang dan Ahli Hukum Kontrak Indonesia (PAHKI), pada Selasa (31/7) lalu, mengutarakan kekhawatirannya soal minimnya pendidikan yang memadai dan terfokus untuk suatu profesi perancangan kontrak. Menurutnya, hal ini berdampak negatif atas kualitas kontrak yang dihasilkan, terlebih dalam kaitannya dengan kerjasama yang melibatkan pihak asing.

 

Mirisnya, ungkap Hikmahanto, saat orang Indonesia membaca kontrak-kontrak yang tebal dalam bahasa Inggris seringkali dipersepsikan oleh lawyer-lawyer asing antara ramah dan ‘bodoh’.

 

“Seringkali oleh lawyer-lawyer asing ini orang Indonesia dikatakan antara ramah dan maaf ya, bodoh kok sama saja. Karena kalau kontraknya tebal besoknya langsung bilang, oh ini kontraknya udah bagus kok, udah win-win. Padahal sebenarnya banyak jebakan-jebakan di situ,” ungkap Hikmahanto.

 

Harusnya, sambung Hikmahanto, orang Indonesia harus mampu memproteksi diri dari jebakan-jebakan yang ditujukan karena bagi pihak asing membuat jebakan itu penting untuk melindungi klien mereka.

 

“Karena setannya suatu kontrak itu ada pada detailnya, kalau dalam bahasa Inggrisnya The Devil in the contract is in the details,” tukas Hikmahanto.

Tags:

Berita Terkait