Perpres Pelibatan TNI Menangani Terorisme Perlu Perhatikan 4 Hal
Berita

Perpres Pelibatan TNI Menangani Terorisme Perlu Perhatikan 4 Hal

Memuat prinsip dasar yang mengatur dalam situasi dan kondisi apa TNI bisa terlibat, serta tindakan apa saja yang boleh dilakukan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Masalah terorisme, seperti bom di pos polisi Sarinah, mendapat sorotan. Pelibatan TNI dalam oenanganan terorisme dituangkan dalam Perpres.  Foto: RES
Masalah terorisme, seperti bom di pos polisi Sarinah, mendapat sorotan. Pelibatan TNI dalam oenanganan terorisme dituangkan dalam Perpres. Foto: RES

Pemerintah dan DPR telah menyepakati terbitnya  UU No. 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UU. Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf, mengatakan Pasal 43I UU No. 5 Tahun 2018 itu mengamanatkan kepada Presiden untuk menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) guna mengatur pelibatan TNI dalam menangani pemberantasan terorisme. Pemerintah diberi waktu satu tahun untuk menerbitkan peraturan pelaksana itu.

Al menekankan sejak awal koalisi masyarakat sipil menolak keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme karena ini merupakan ranah sistem pidana. Pelibatan TNI dalam menangani terorisme sudah diatur dalam pasal 7 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 tentang TNI yakni masuk dalam tugas operasi militer selain perang (OMSP). Oleh karena itu pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme sebagaimana diatur dalam UU No.5 Tahun 2018 tidak tepat.

Atas dasar itu Al mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan sedikitnya 4 hal penting sebelum menerbitkan Perpres pelibatan TNI dalam memberantas terorisme. Pertama, TAP MPR No. VIII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Polri mengamanatkan TNI memberikan bantuan kepada Polri dalam rangka tugas keamanan atas permintaan yang diatur dalam Undang-Undang. Sebelum menerbitkan Perpres, seharusnya Pemerintah terlebih dulu  mengatur perbantuan tugas antara TNI dan Polri melalui UU Perbantuan.

(Baca juga: Alasan Pelibatan TNI dalam Pemberantasan Teroris dengan Perpres).

“Kami usulkan Perpres diterbitkan setelah UU Perbantuan diundangkan. Ini sebagai payung hukum, aturan main pelibatan TNI, misalnya dalam situasi dan kondisi apa TNI bisa terlibat dalam OMSP,” kata Al dalam diskusi di Jakarta, Jumat (03/8).

Kedua, jika pemerintah bersikukuh ingin menerbitkan Perpres, jangan sampai Perpres bertentangan dengan UU TNI, UU No. 23 Tahun 1959 tentang Penanggulangan Keadaan Bahaya, dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Merujuk UU No. 23 Tahun 1959, dalam situasi damai sampai darurat sipil, kendali keamanan untuk mengatasi ancaman berada di bawah kepolisian. Dalam situasi ini jika militer dilibatkan maka sifatnya mendukung kepolisian atau dikenal dengan istilah di bawah kendali operasi kepolisian (BKO).

Sebaliknya, jika eskalasi ancaman keamanan meningkat, dan mengganggu kedaulatan negara kemudian Presiden menetapkan status keadaan darurat militer, maka posisi militer berada di depan, polisi sifatnya sebagai pendukung. Al menekankan sebagai bagian dari OMSP, pelibatan militer dalam dalam mengatasi terorisme di dalam negeri merupakan pilihan terakhir setelah semua institusi keamanan yang ada tidak mampu mengatasi terorisme.

Ketiga, prinsip utama yang diatur dalam Perpres harus menekankan pengerahan kekuatan militer dalam OMSP untuk mengatasi terorisme hanya bisa dilakukan jika ada keputusan politik Presiden.  Jadi, Presiden sangat menentukan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait