Ini Aturan yang Dilanggar Jika Rotasi 15 Pegawai KPK Dipaksakan
Berita

Ini Aturan yang Dilanggar Jika Rotasi 15 Pegawai KPK Dipaksakan

Pimpinan KPK wajib menilai orang yang dipimpinnya secara objektif berdasarkan kriteria yang jelas. Jika tidak mempertimbangkan parameter kriteria yang jelas, maka rotasi ini bersifat subjektif dan cacat prosedur.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Beberapa waktu belakangan, di KPK ramai dibicarakan mengenai isu rotasi 15 pegawainya. Bahkan terdapat rencana pelantikan pejabat baru di KPK itu akan dilakukan pada 24 Agustus 2018 mendatang. Rencana ini mendapat kritikan dari Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi. Menurut Koalisi, rotasi para pejabat eselon II dan eselon III KPK tersebut diduga dilakukan dengan cacat prosedural dan tidak transparan.

 

“Polemik ini merupakan sebuah coreng gelap di wajah KPK yang selalu mempromosikan sistem merit, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia pada kementerian/lembaga lain,” tulis Koalisi dalam siaran persnya yang diterima Hukumonline, Selasa (21/8).

 

Koalisi menilai, jika rencana tersebut tetap dilanjutkan, maka pimpinan KPK berpotensi tak hanya melanggar kode etik internal KPK saja, tapi juga sejumlah peraturan lain. Mulai dari PP Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK, UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, hingga UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

 

Dalam huruf E angka 4 tentang Kepemimpinan, Peraturan KPK RI No 7 Tahun 2013 tentang Nilai-Nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi misalnya, dijelaskan bahwa Pimpinan KPK wajib menilai orang yang dipimpinnya secara objektif berdasarkan kriteria yang jelas. Jika tidak mempertimbangkan parameter kriteria yang jelas, Koalisi menilai, maka rotasi ini bersifat subjektif dan cacat prosedur.

 

Koalisi mengingatkan, bahwa ini bukan kali pertama Pimpinan KPK tidak mengindahkan peraturan di internal lembaganya sendiri, dan diduga kuat melanggar kode etik internal KPK sendiri. Pada Agustus 2017 lalu, Pimpinan KPK tidak menindaklanjuti permasalahan yang dilakukan oleh Brigjen Aris Budiman, selaku Direktur Penyidikan KPK yang pada saat itu menghadiri panggilan Pansus Angket KPK, tanpa izin pimpinan. 

 

Rangkaian peristiwa dan pembiaran oleh Pimpinan KPK ini berpotensi melanggar Pasal 10 ayat (1) huruf e dan f UU Administrasi Pemerintahan. Koalisi berharap, jangan sampai Pimpinan KPK kembali melakukan kekeliruan dengan tetap melantik ke-15 pejabat eselon II dan III KPK yang cacat prosedur.

 

“Padahal sudah jelas ini bukan kali pertama Pimpinan KPK melakukan perbuatan yang tidak sepantasnya,” tulis Koalisi yang terdiri dari LBH Jakarta, YLBHI, KontraS, ICW, ILR dan PBHI.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait