Belum Ada Perubahan Instruksi Dirjen Bimas Islam Soal Tuntunan Pengeras Suara Masjid
Berita

Belum Ada Perubahan Instruksi Dirjen Bimas Islam Soal Tuntunan Pengeras Suara Masjid

Dalam instruksi tersebut, pada dasarnya suara yang disalurkan keluar masjid hanyalah adzan sebagai tanda telah tiba waktu salat.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Kasus yang dialami Meiliana terkait dugaan penistaan agama lantaran keberatan dengan pengeras suara azan, mendorong Kementerian Agama (Kemenag) untuk meminta jajarannya kembali mensosialisasikan aturan tentang penggunaan pengeras suara di masjid. Permintaan itu tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Bimas Islam Nomor B.3940/DJ.III/HK.00.07/08/2018 tanggal 24 Agustus 2018.

 

Dikutip dari laman Kementerian Agama, Dirjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin menjelaskan bahwa  aturan tentang tuntunan penggunaan pengeras suara di masjid, langgar, dan mushalla sudah ada sejak 1978. Aturan itu tertuang dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978.

 

"Hingga saat ini, belum ada perubahan," kata Muhammadiyah Amin di Jakarta, Jumat (24/8) lalu.

 

Menurutnya, Instruksi Dirjen Bimas Islam ini antara lain menjelaskan tentang keuntungan dan kerugian penggunaan pengeras suara di masjid, langgar, dan mushalla. Salah satu keuntungannya adalah sasaran penyampaian dakwah dapat lebih luas. Namun, penggunaan pengeras suara juga bisa mengganggu orang yang sedang beristirahat atau penyelenggaraan upacara keagamaan. "Untuk itu, diperlukan aturan dan itu sudah terbit sejak 1978 lalu," tegasnya.

 

Dalam instruksi tersebut, lanjut mantan Rektor IAIN Gorontalo ini, dipaparkan bahwa pada dasarnya suara yang disalurkan keluar masjid hanyalah adzan sebagai tanda telah tiba waktu salat.

 

"Pada dasarnya suara yang disalurkan keluar masjid hanyalah adzan sebagai tanda telah tiba waktu salat. Demikian juga sholat dan doa pada dasarnya hanya untuk kepentingan jemaah ke dalam dan tidak perlu ditujukan keluar untuk tidak melanggar ketentuan syariah yang melarang bersuara keras dalam salat dan doa. Sedangkan dzikir pada dasarnya adalah ibadah individu langsung dengan Allah SWT karena itu tidak perlu menggunakan pengeras suara baik kedalam atau keluar," demikian Amin membacakan salinan instruksi.

 

(Baca Juga: Kasus Meiliana dan Ketentuan Pengeras Suara Masjid Sesuai Instruksi Dirjen Bimas Islam)

 

Hal lain yang diatur dalam instruksi ini terkait waktu penggunaan pengeras suara. Amin mengatakan, instruksi Dirjen secara jelas dan rinci sudah mengatur waktu-waktu penggunaan pengeras suara. "Misalnya, pengeras suara bisa digunakan paling awal 15 menit sebelum waktu Salat Subuh, dan sebagainya," jelas Muhammadiyah Amin.

 

Melaui surat edaran yang diterbitkan hari ini, Muhammadiyah Amin meminta Kanwil Kemenag untuk kembali mensosialisasikan instruksi Dirjen Bimas Islam 1978. "Kami meminta segenap jajaran, dapat mensosialisasikan kembali aturan tersebut," katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait