Menuntut Kepatuhan Etika Advokat Saat Menjadi Pejabat Negara
Advokat di Pusaran Pemilu

Menuntut Kepatuhan Etika Advokat Saat Menjadi Pejabat Negara

​​​​​​​Sesuai UU Advokat terdapat larangan bagi advokat untuk merangkap jabatan. Jangan sampai tidak mengajukan cuti dan berpraktik sebagai advokat secara diam-diam.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Kolase (kiri ke kanan) Thomas Tampubolon, Luhut MP Pangaribuan, dan Harry Ponto. Ilustrasi: HGW
Kolase (kiri ke kanan) Thomas Tampubolon, Luhut MP Pangaribuan, dan Harry Ponto. Ilustrasi: HGW

“Pernah terjadi pada saat advokat menjabat suatu jabatan (anggota DPR, red), seolah-olah dia mau menemui pejabat tertentu dalam kaitan jabatan dia sebagai anggota DPR, setelah bertemu tentunya dia dihargai karena anggota dewan, ternyata setelah bertemu tidak membicarakan hal terkait jabatan dia sebagai anggota dewan tapi berbicara mengenai perkara,” buka Sekertaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Slipi, Thomas Tampubolon saat dihubungi hukumonline, Senin (20/08).

 

Cerita ini diutarakan Thomas saat ditanya mengenai implementasi ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Secara umum, ketentuan Pasal 20 UU Advokat mengatur terkait larangan advokat rangkap jabatan dengan beberapa jabatan sebagaimana yang diatur dalam pasal tersebut. Secara tegas, UU Advokat melarang advokat memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya.

 

Pesan yang ingin disampaikan UU Advokat dengan dimasukkannya kata “martabat” adalah ingin menegaskan keberadaan profesi advokat yang sebenarnya merupakan profesi yang mulia (officium nobile). Selain larangan yang telah disebutkan di atas, UU Advokat juga melarang advokat merangkap jabatan dengan jabatan yang berpotensi merugikan profesi advokat yang berdampak pada berkurangnya kebebasan dan kemerdekaan advokat dalam menjalankan profesinya.

 

Terakhir, Pasal 20 ayat (3) juga secara tegas mengatur advokat yang pada saat bersamaan sedang menjadi pejabat negara untuk sementara waktu tidak melaksanakan tugas keprofesiannya sebagai advokat. “Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama memangku jabatan tersebut,” katanya.

 

Selama ini, banyak ditemukan keberadaan pejabat negara yang sebelumnya berasal dari latar belakang profesi advokat. Ketua Umum Peradi Rumah Bersama Advokat (RBA), Luhut MP Pangaribuan menilai, selama ini ketentuan larangan rangkap jabatan telah dilaksanakan dengan baik. “Kewajiban (cuti saat menjadi pejabat negara, red) itu berjalan, semuanya saya lihat berjalan,” katanya kepada hukumonline beberapa waktu lalu.

 

Meski demikian, Luhut tidak menampik keberadaan sejumlah oknum advokat -saat menjadi pejabat negara- yang tak sesuai ketentuan cuti sementara sebagaimana maksud Pasal 20 ayat (3) UU Advokat. Luhut menggunakan istilah ketundukan materiil advokat dengan mengajukan cuti tidak diikuti dengan ketundukan formil mereka dalam menyiasati kuasa klien yang datang bersama perkara.

 

Praktik oknum advokat yang demikian sepatutnya menjadi perhatian. Kekhawatiran serius datang dari organisasi advokat. Setidaknya hal itu diungkap pula oleh Luhut. “Tindakan seperti ini kan melanggar yah, artinya pura-pura, tidak jujur. Ini yang menurut saya perlu diantisipasi organisasi advokat melalui Badan Pengawas,” katanya.

Tags:

Berita Terkait