Implementasi Perlindungan Pekerja Migran Terganjal Aturan Pelaksana
Berita

Implementasi Perlindungan Pekerja Migran Terganjal Aturan Pelaksana

Pemerintah diminta segera menerbitkan PP sebagai pelaksana UU PPMI agar jaminan perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri berjalan optimal.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Implementasi Perlindungan Pekerja Migran Terganjal Aturan Pelaksana
Hukumonline

Jaminan perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mengadu nasib di negeri orang dinilai  belum optimal. Padahal, UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) sudah mengatur jaminan perlindungan TKI sejak keberangkatan hingga kepulangan ke tanah air. Namun belakangan diketahui, ternyata kendala implementasi UU PPMI lantaran belum diterbitkannya aturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah (PP).

 

Pernyataan itu disampaikan Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf Macan Effendi dalam sebuah  diskusi di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (18/9/2018). Semestinya, kata dia, ketentuan aturan turunan berupa PP tersebut sudah dapat terbit pada Agustus 2018. Sayangnya, pemerintah tak juga menerbitkan PP.

 

Harapan kita dengan UU PPMI dapat melindungi tenaga kerja kita mulai berangkat sampai pulang. Tetapi, Peraturan Pemerintahnya sampai saat ini belum turun,” ujarnya dalam diskusi di Gedung DPR bertajuk, Kasus Penjualan TKI di Singapura: Bagaimana Nasib UU TKI”, Selasa (18/9/2018).

 

Menurutnya, tidak adanya PP semakin memperumit berbagai persoalan implementasi perlindungan TKI di luar negeri. Meski begitu, belum terbitnya PP tersebut sebetulnya bisa diatasi dengan memperkuat koordinasi antar instansi terkait. Seperti Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), dan Kementerian Luar Negeri.

 

Dede mengakui tanpa adanya PP sebagai pelaksana UU PPMI menjadikan BNP2TKI tak bebas bergerak menjalankan tugasnya mulai penempatan dan perlindungan terhadap buruh migran Indonesia di luar negeri. “Padahal UU-nya sudah selesai sejak di akhir 2017,” ujarnya.

 

Berbeda saat masih berlakunya UU No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dinilai Dede Yusuf, lebih difokuskan pada penempatan semata. Saat itu pemerintah memiliki peran yang tidak terlampau banyak karena lebih dikuasai pihak swasta dalam penempatan TKI. Belum lagi, sistem penempatan TKI di luar negeri tidak mengatur sanksi tegas terhadap pihak swasta yang menyimpang.

 

“Melalui UU 18/2017 hasil revisi UU 39/2004 dipandang mampu memberi perlindungan yang cukup. Namun itu tadi, (kendalanya) aturan pelaksana dari UU belum ada, makanya PP ini menjadi keharusan. Dalam UU 18/2017 ini juga mengamanatkan pembentukan badan khusus yang menangani sektor pekerja migran Indonesia di luar negeri. Bukan tidak mungkin BNP2TKI bakal berganti nama atau tetap dengan nama BNP2TKI?”

Tags:

Berita Terkait