Beragam Pandangan Tolak Peradi Sebagai Wadah Tunggal
Utama

Beragam Pandangan Tolak Peradi Sebagai Wadah Tunggal

Jika MK memutuskan ada wadah tunggal dalam organisasi advokat, Peradi pimpin Fauzie Hasibuan mengklaim paling berwenang menjadi wadah tunggal organisasi advokat itu.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES

Sidang uji materi sejumlah pasal UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang mempersoalkan frasa “organisasi advokat” sebagai wadah tunggal organisasi advokat mendengarkan beberapa pihak terkait. Pihak terkait yang dimaksud diantaranya, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Kongres Advokat Indonesia (KAI), Federasi Advokat Republik Indonesia (Ferari), Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin).

 

Kecuali Peradi, organisasi advokat yang lain memiliki pandangan berbeda dengan pandangan para pemohon mengenai wadah tunggal organisasi advokat adalah Peradi. Kuasa Hukum DPP Ferari, Eban Ezer Sitorus berpandangan satu-satunya organisasi advokat bukan hanya Peradi. Sebab, keberadaan organisasi yang lain telah diakui secara sah melalui Putusan MK No. 101/PUU-VII/2009, Putusan MK No. 112/PUU-XII/2014.

 

“Dan Surat Edaran MA (SK KMA) No. 73/KMA/HK.01/IX/2015. Untuk itu, permohonan pemohon tidak dapat diterima dan tidak beralasan menurut hukum,” kata Eban, saat memberikan keterangan sebagai pihak terkait di Gedung MK, Jakarta (15/10/2018). (Baca Juga: MK Diminta Putuskan Peradi sebagai Wadah Tunggal)

 

Permohonan ini diajukan Bahrul Ilmi Yakup, Shalih Mangara Sitompul, Gunadi Handoko, Rynaldo P. Batubara, Ismail Nganggon yang merupakan para advokat yang tergabung Peradi dan Iwan Kurniawan yang merupakan calon advokat. Mereka berpandangan organisasi advokat yang menjalankan kewenangan dalam UU Advokat  harusnya hanya satu agar ada kepastian hukum yakni Peradi.

 

Para pemohon mempersoalkan frasa “organisasi advokat” dalam Pasal 1 ayat (4); Pasal 2 ayat (1); Pasal 3 ayat (1) huruf f; Pasal 4 ayat (3); Pasal 7 ayat (2); Pasal 8 ayat (1) dan (2); Pasal 9 ayat (1); Pasal 10 ayat (1) huruf c; Pasal 11; Pasal 12 ayat (1); Pasal 13 ayat (1) dan (3); Pasal 23 ayat (2); Pasal 26 ayat (1) hingga ayat (7); Pasal 27 ayat (1), (3) dan (5); Pasal 28 ayat (1), (2) dan (3); Pasal 29 ayat (1), (2),(4) dan (5); Pasal 30 ayat (1); Pasal 32 ayat (3) dan (4); Pasal 33; dan penjelasan Pasal 3 huruf f dan Pasal 5 ayat (2) UU Advokat.  

 

Mereka menilai frasa “organisasi advokat” telah dimanipulasi oleh berbagai pihak. Hal ini memungkinkan munculnya berbagai organisasi advokat yang mengklaim seolah-olah sah dan berwenang menjalankan organisasi advokat sesuai UU Advokat. Seperti menyelenggarakan pendidikan calon advokat, mengangkat advokat, permohonan pengambilan sumpah advokat, merekrut anggota, pengawasan, dan menjatuhkan sanksi etik kepada advokat. Hal ini jelas tidak benar dan tidak berdasar secara konstitusional.

 

Karenanya, Mahkamah diminta mengabulkan permohonan ini dengan menyatakan frasa “organisasi advokat” dalam pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai Peradi merupakan satu-satunya organisasi profesi advokat yang berwenang melaksanakan UU Advokat. Namun, organisasi advokat yang tidak melaksanakan wewenang dalam UU Advokat, boleh banyak.  

Tags:

Berita Terkait