Dinamika Ekonomi Harus Tunduk pada Hukum
Berita

Dinamika Ekonomi Harus Tunduk pada Hukum

Kebanyakan konstitusi negara tidak mengatur secara khusus bidang perekonomian. Di Indonesia, kebijakan ekonomi nasional harus tetap pada koridor konstitusi.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Dinamika Ekonomi Harus Tunduk pada Hukum
Hukumonline

   Pusat Data Hukumonline, 2004 (Mys)

 

Jarang

Sebenarnya, urai Jimly, sangat jarang masalah ekonomi diatur secara detail dalam Konstitusi Negara, sebagaimana yang terdapat dalam UUD 1945. Dalam sejarahnya, para pendiri negara ini pun sempat muncul  pemikiran untuk meniadakan pasal-pasal perekonomian pada pasal 33 UUD 1945. Tetapi kemudian, atas kesepakatan bersama, pasal itu dipertahankan dengan judul Kesejahteraan Sosial.

 

Sepanjang proses amandemen UUD, pemikiran untuk menghapus pasal-pasal ekonomi juga muncul di PAH I MPR. Toh, pemikiran itu tidak terwujud. Yang terjadi justeru sebaliknya. Jika semula pasal 33 hanya tiga ayat, berkembang menjadi dua pasal sembilan ayat. Judulnya pun ditambah menjadi Perekonomian nasional dan Kesejahteraan Sosial.

 

Perubahan-perubahan itu, kata Jimly, harus dipandang sebagai kesepakatan bersama untuk mempertahankan arah kebijakan ekonomi nasional sesuai konstitusi. UUD 1945 bukan hanya konstitusi politik, tetapi juga konstitusi ekonomi, ujarnya.

Pentingnya kebijakan perekonomian nasional tetap berada pada jalur konstitusi disampaikan Prof. Jimly Asshiddiqie setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. Jimly, yang menjadi ketua pleno majelis dalam perkara judicial review itu menandaskan bahwa prinsip dasar konstitusi harus menjiwai setiap perundang-undangan di bidang ekonomi.

 

Sebagai negara hukum (rechtsstaat) kebijakan ekonomi Indonesia tidak boleh melenceng dari hukum konstitusi. Dinamika ekonomi harus dikontrol oleh kaedah-kaedah hukum. Semua dinamika ekonomi nasional harus tunduk pada hukum. Kita harus mengacu pada norma dasar UUD 1945, tegas Jimly.

 

Ia memandang penting menyampaikan prinsip tersebut sehubungan pembatalan seluruh materi Undang-Undang Ketenagalistrikan tahun 2002. Putusan itu disebut Jimly sebagai putusan penting karena itulah pertama kalinya MK mengabulkan permohonan perundang-undangan di bidang perekonomian. Sehingga, putusan tanpa dissenting opinion itu bisa menjadi preseden bagi pengambil kebijakan ekonomi nasional.

 

Sebenarnya, bukan kali ini saja perundang-undangan di bidang perekonomian dijudicial review. Sebagian sudah ada yang diputus sebelum Undang-Undang Ketenagalistrikan, dan sebagian lagi masih dalam proses persidangan.

 

Tabel

Judicial Review Undang-Undang Bidang Perekonomian di MK

(Per 16 Desember 2004)

 

Undang-Undang

Pemohon

Status perkara

UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan

          APHI

          Ikatan Pensiunan Pensiunan Listrik Negara Pusat (Achmad Daryoko dan M. Yunan Lubis)

          Ir Januar Muin dan David Tombeg

Sudah diputus (15/12). MK membatalkan UU Ketenagalistrikan

UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

          Munarman Cs (kuasa)

          Johnson Panjaitan (kuasa)

          Johnson Panjaitan (kuasa)

          Sutha Widya

Sidang terakhir (14/12) masih tahap mendengar keterangan ahli

 

UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

Ir Cornelio Moningka Vega

Sudah diputus. MK menolak permohonan

UU No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Marto Sumartono (developer)

Akan diputus (17/12)

UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas

APHI (kuasa)

Akan diputus (21/12)

UU No. 1 Tahun 1987 tentang KADIN

Elias L Tobing dan H. Naba Bunawan (Kadin-UKM)

Akan mendengar keterangan pihak-pihak terkait

UU No. 6 Tahun 1974 tentang Kesejahteraan Sosial

Budiman Munadjat

Permohonan tidak dapat diterima

Tags: