Keinginan Biem Menjadi Gubernur DKI Terganjal Putusan MK
Berita

Keinginan Biem Menjadi Gubernur DKI Terganjal Putusan MK

Keinginan putera legenda Betawi Benyamin S, Biem T Benyamin, untuk mencalonkan diri sebagai gubernur atau wakil gubernur di DKI Jakarta mulai menemui hambatan. Tidak ada pintu bagi Biem untuk maju sebagai calon independen.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Keinginan Biem Menjadi Gubernur DKI Terganjal Putusan MK
Hukumonline

 

Namun, keinginan Biem Benyamin itu mulai terganjal. Ya, bisa dikatakan begitu. Kenapa mencalonkan diri sebagai kepala daerah harus melalui partai. Hak demokrasi masyarakat kan tidak harus lewat partai, tukas Biem seusai sidang.

 

Meskipun demikian, putusan MK bukan akhir segala-galanya. Biem sendiri mengaku belum menentukan langkah lanjutan, termasuk membatalkan keinginannya mencalonkan diri.  

Hambatan yuridis itu datang setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan tidak dapat menerima (niet ontvankelijke verklaard) permohonan pengujian Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang diajukan Biem. Dalam sidang yang berlangsung hari ini (31) di Gedung MK di Jalan Medan Merdeka Barat, pleno hakim konstitusi menyatakan tidak menerima pengujian atas puluhan pasal Undang-Undang No. 32 Tahun 2004.

 

Permohonan yang tidak dapat diterima adalah sepanjang menyangkut pasal 24 ayat (5), pasal 59 ayat (2), pasal 56, pasal 58-65, pasal 70, 75-77, 79, pasal 82-86, pasal 88, pasal 91-92, pasal 95-103, pasal 106-112 paragraf  keenam, dan pasal 115-119. Sementara, permohonan Biem atas pasal 59 ayat (1) dan ayat (3) dinyatakan ditolak. Permohonan pemohon tidak cukup beralasan, sehingga harus dinyatakan ditolak, ujar ketua sidang panel hakim Prof. HM Laica Marzuki.

 

Biem mengklaim bahwa ketentuan-ketentuan tadi bertentangan dengan konstitusi. Persyaratan pencalonan kepala daerah dianggap diskriminatif. Pencalonan presiden dan wakil presiden hanya mensyaratkan 3 persen dari kursi di DPR atau 5 persen dari suara sah. Lantas, mengapa untuk kepala daerah mensyaratkan perolehan suara 15 persen kursi DPRD atau 15 persen suara sah.

 

Majelis hakim berargumen bahwa selama persidangan, Biem Benyamin selaku pemohon tidak bisa membuktikan adanya kerugian konstitusional yang diakibatkan berlakunya UU Pemda. Dalam penilaian hakim, tidak terdapat hubungan kausal (causal verband) yang rasional antara Undang-Undang dimaksud dengan kerugian hak konstitusional pemohon.

 

Berdasarkan ketentuan pasal 24 ayat (5) UU Pemda, kepala daerah dan wakilnya dipilih dalam satu paket pasangan. Di sisi lain, ada aturan bahwa untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah harus melalui partai politik. Aturan-aturan itulah yang tampaknya dianggap Biem mengganjal dirinya untuk maju mencalonkan diri sebagai calon independen.

Tags: