Kajati Sumbar: Kami akan Eksekusi, Meski Anggota DPRD Ajukan PK
Berita

Kajati Sumbar: Kami akan Eksekusi, Meski Anggota DPRD Ajukan PK

Keterlambatan penyampaian putusan MA adalah kebiasaan buruk yang harus dihilangkan. Kejaksaan pun mestinya proaktif meminta, bukan menunggu putusan turun.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Kajati Sumbar: Kami akan Eksekusi, Meski Anggota DPRD Ajukan PK
Hukumonline

 

Antasari sendiri berjanji, jajarannya akan segera mengeksekusi begitu putusan diterima dan dipelajari. Itu pun jika amar putusan MA memang menghukum ke-43 mantan anggota DPRD. Kejaksaan tidak akan terganggu oleh upaya Peninjauan Kembali (PK) yang kemungkinan besar diupayakan para terpidana.  PK tidak menghambat eksekusi, kecuali hukuman mati, ujar mantan Kapuspenkum Kejaksaan Agung ini.

 

Kasus DPRD Sumbar menjadi rumit setelah Mahkamah Agung membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 110 Tahun 2000 lewat putusan uji materiil. Padahal sebelumnya, Kejaksaan menyidik para anggota DPRD dengan menggunakan PP 110 tersebut. Pembatalan PP 110 membawa efek, sejumlah pengadilan membebaskan anggota DPRD setempat.

 

Antasari mengingatkan penyidikan yang dilakukan Kejaksaan bukan semata-mata berdasarkan PP 110. Anggota DPRD dijerat dengan tindak pidana korupsi. Perbuatan melawan hukum yang mereka lakukan bukan hanya dalam arti formil, yang dijerat lewat PP 110. Tetapi juga perbuatan melawan hukum secara materiil, yang dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jadi, meskipun PP 110 dibatalkan Mahkamah Agung, pidana korupsi tetap bisa didakwakan kepada para anggota DPRD.

 

Kalau begitu, mengapa dulu Jaksa Agung memerintahkan penyidikan kasus-kasus yang menggunakan PP 110 dihentikan sementara sambil menunggu putusan MA turun?

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumatera Barat Antasari Azhar menegaskan, putusan Mahkamah Agung mengenai dugaan korupsi 43 mantan anggota DPRD Sumbar belum turun. Secara formal prosedural, kami belum menerima putusan, ujar Antasari, ditemua di Jakarta, Selasa (28/09).

 

Selaku lembaga eksekutor, kata Antasari, Kejaksaan sudah mengirimkan surat secara resmi ke Pengadilan Negeri Padang. Hasilnya, PN Padang pun ternyata belum menerima putusan resmi perkara tersebut. Itu sebabnya, ke-43 mantan anggota DPRD Sumbar masih bebas. Toh, karena masih berstatus cekal, mereka tidak akan leluasa bepergian ke luar negeri.

 

Sebaliknya, Forum Peduli Sumatera Barat (FPSB), lembaga yang membuka borok korupsi di DPRD itu pertama kali, berharap agar eksekusi dilakukan secepat mungkin. Eksekusi koruptor itu merupakan bagian dari program percepatan pemberantasan korupsi yang dicanangkan Pemerintah, kata Adi Surya, Ketua FPSB kepada hukumonline.

 

Adi Surya justeru mengecam sikap Kejaksaan yang terkesan lamban dan terlalu kaku pada birokrasi formal. Seharusnya Kejaksaan bisa proaktif meminta putusan itu ke Mahkamah Agung. Keterlambatan birokrasi semacam itu, kata Surya, adalah penyakit buruk dunia hukum yang harus dikikis. Sehingga aparat Kejaksaan tidak bersikap pasif menunggu hingga suatu putusan turun.

 

Bagi FPSB, putusan perkara 43 anggota DPRD Sumbar merupakan preseden bagi daerah-daerah lain. Bila mereka dieksekusi, anggota Dewan lain harus berpikir dua kali jika ingin melakukan korupsi. Dalam konteks itulah, FPSB meminta agar putusan MA atas kasus DPRD Sumbar dijadikan yurisprudensi.

Tags: